Dubai (ANTARA News) - Human Rights Watch mendesak negara-negara Arab untuk mewujudkan janji lama mengenai perlindungan pembantu rumah tangga dari berbagai kesewenang-wenangan. Kebanyakan pembantu rumah tangga di Arab adalah perempuan asal Asia dan Ethiopia.
HRW dalam pernyataan yang diterbitkan bersamaan dengan Hari Internasional Migran, menyerukan aksi segera untuk menghentikan "kesewenang-wenangan yang mengerikan dan menyebar luas."
"Setiap satu hari keterlambatan akan menjadikan PRT migran berisiko mengalami kesewenang-wenangan seperti upah tidak dibayar, dikurung di tempat bekerja, serta kesewenang-wenangan fisik maupun seksual," kata Nisha Varia, wakil direktur divisi hak-hak perempuan di HRW seperti dikutip AFP.
HRW mengemukakan, jutaan PRT bekerja di Timur Tengah namun mereka tidak termasuk dalam pekerja yang diatur dalam undang-undang perburuhan. Akibatnya, sponsor mereka dapat mengeksploitasi para PRT tanpa terjerat hukum.
Kesewenang-wenangan yang didokumentasikan oleh HRW antara lain adalah 18 jam kerja sehari, tidak diberi makan, tidak digaji berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, dikurung di tempat kerja, serta kekerasan fisik dan seksual.
Beberapa kasus bahkan merupakan kerja paksa dan perdagangan manusia.
HRW dalam pernyataannya menyebutkan bahwa negara Arab - terutama Yordania, Lebanon,
Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar dan Bahrain - telah lama berjanji untuk bertindak namun hingga kini tidak ada langkah yang diambil.
"Kami mensyukuri bahwa berbagai pemerintah akhirnya menyadari untuk melakukan reformasi besar, namun usul-usul ini tidak ada gunanya sebelum peraturan-peraturan baru mengenai perlindungan pekerja migran diberlakukan dan dijalankan," kata Varia dalam pernyataan tersebut.
Yordania, negara tempat bekerja sekitar 70 ribu PRT, pada bulan Juli mengadopsi amandemen untuk memasukkan PRT dalam undang-undang perburuhan. Tetapi, hingga kini belum dijelaskan rincian perlindungan PRT yang akan diberlakukan tersebut.
Lebanon, tempat kerja 200 ribu PRT, hingga kini belum mewujudkan janji-janji reformasi undang-undang perburuhannya.
Dalam catatan HRW, di Lebanon rata-rata setiap pekan lebih dari satu PRT asing meninggal akibat bunuh diri atau gagal melarikan diri.
HRW menyerukan agar semua pemerintah meratifikasi Konvensi PBB mengenai Buruh Migran. Konvensi itu berisi jaminan perlindungan HAM kepada para buruh migran dan negara melindungi mereka dari kesewenang-wenangan majikan, agen dan aparat.
HRW juga mengimbau negara-negar asal PRT untuk memantau dengan ketat proses perekrutan sehingga para buruh itu tidak dicurangi maupun diperdagangkan. (*)