-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

20 December 2008

Press Release ACT: Melawan Perdagangan Anak Melalui Kesenian

Yogyakarta--- Sekitar seratus limapuluh anak berusia sekitar 8 hingga 17 tahun menyuarakan anti perdagangan anak melalui gambar, teater dan musik. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di Kabupaten Bantul, Yogyakarta, antara lain dari Desa Serayu, Karang Rejek, Dukuh, Talaban, Kanten dan Termalang. Menurut Ari Adhi Adhana, Panitia Temu Anak Nasional, “Gambar dan lukisan ini dibuat ketika ada pelatihan dilakukan pada awal Desember ini. Anak-anak tersebut dilatih untuk berkesenian antara lain menggambar, bermusik dan berteater.” Isi dari gambar dan lukisan tersebut menceritakan kekerasan yang dialami oleh anak ketika menjadi korban perdagangan dan ajakan untuk masyarakat dalam mencegah dan memberantas perdagangan manusia khususnya anak.

Karya yang telah dihasilkan oleh anak-anak tersebut merupakan bentuk nyata dari pendapat dan suara anak terhadap maraknya perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Gambar dan lukisan anak-anak tersebut lalu dipamerkan dan dilombakan pada kegiatan Temu Anak Nasional yang bertemakan “Anak Bersuara Menentang Perdagangan Manusia” yang diselenggarakan pada tanggal 21 hingga 23 Desember 2008 di Desa Kebon Agung, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Adhi menambahkan, “Pelatihan tersebut merupakan satu bagian integral dari kegiatan Temu Anak Nasional.”

Menurut Odi Shalahudin, Koordinator Temu Anak Nasional, “Diadakannya kegiatan Temu Anak Nasional bertujuan untuk menggalang partisipasi anak menentang perdagangan manusia.” Dengan adanya ruang ekspresi dan aspirasi anak-anak Indonesia dalam mensikapi kasus-kasus perdagangan anak diharapkan pemerintah dan masyarakat akan semakin sadar akan besarnya permasalahan perdagangan anak di Indonesia. Kegiatan ini melibatkan sekitar 1500 anak dari berbagai wilayah di Indonesia. Isi dari acaranya sendiri akan terdiri terdiri dari berbagai workshop dengan menggunakan pendekatan ekspresi artistik berupa gambar, tulisan, musik dan teater untuk mengungkapkan berbagai pengalaman, pandangan, dan sikap untuk merespon persoalan perdagangan anak.

Kegiatan Temu Anak Nasional ini juga merupakan salah satu Kampanye Nasional Indonesia ACT dalam mempromosikan tanggal 12 Desember sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia. Pemilihan tanggal 12 Desember sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia, karena pada 12 Desember 2000, Palermo Protokol dilahirkan. Palermo Protokol adalah sebuah instrument hukum internasional yang mengakui Perdagangan Manusia merupakan sebuah kejahatan sistematis dan bersifat internasional. Untuk itu diperlukan usaha-usaha sistematis dari berbagai Negara untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia. Odi menjelaskan “Jika pemerintah metetapkan tanggal 12 Desember sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia, maka setiap tahunnya akan ada momentum tahunan di tingkat nasional untuk melakukan kampanye pencegahan dan pemberantasan kejahatan perdagangan manusia di Indonesia.” Kampanye tahunan untuk menentang perdagangan manusia ini pada akhirnya dapat semakin memperbesar kesadaran masyarakat terhadap persoalan perdagangan manusia.

Usaha untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia perlu melibatkan partisipasi anak. Hal tersebut menjadi penting karena anak merupakan salah satu kelompok yang rentan menjadi korban perdagangan manusia. Data UNICEF menyebutkan setiap tahun ada sekitar 1,2 juta anak di dunia menjadi korban perdagangan anak. Di Indonesia, sebanyak 100.000 anak menjadi korban perdagangan anak setiap tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 40.000 hingga 70.000 di antaranya menjadi korban prostitusi. Anak-anak yang terjebak dalam lembah prostitusi itu tersebar di 75.106 lokasi di Indonesia. Ini tidak mengherankan, karena di dunia ada sekitar 3.000 organisasi perdagangan anak, yang setiap waktu bisa mengancam keselamatan.

Emmy Lucy Smith, Presidium Indonesia ACT, “Hasil penelitian Indonesia ACT di Batam dan Surabaya dan hasil pendampingan terdapat 150 anak yang menjadi korban perdagangan manusia pada tahun 2005 hingga pertengahan 2008 ini. Usia termuda anak yang diperdagangkan adalah 12 tahun.” Sebagian besar korban tersebut adalah anak perempuan dan sebagian kecil anak laki-laki dengan preferensi seksual transgender.

Eksploitasi yang dialami anak yang menjadi korban perdagangan meliputi eksploitasi seksual komersial (prostitusi & pornografi) dan eksploitasi kerja (PRT, Baby Sitter, salon, pabrik). Anak menjadi semakin rentan menjadi korban karena ada faktor kemiskinan dan tingkat pendidikan anak korban sangat rendah. Sebagian besar (80%) daripada korban tersebut tidak lulus SD, bahkan ada yang tidak sekolah sama sekali. Oleh karena gentingnya persoalan perdagangan manusia, khususnya perdagangan anak maka pemerintah sudah seharusnya melakukan langkah-langkah sistematis menentang perdagangan manusia. Salah satunya adalah dengan menetapkan tanggal 12 Desember sebagai Hari Anti Perdagangan Manusia.

Ruth Eveline, menyatakan Terre des Hommes Netherland (TDH-NL) mendukung penuh upaya penanggulangan perdagangan anak dalam bentuk kampanye, advokasi dan perlindungan korban di berbagai wilayah di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Anak sebagai kelompok yang rentan perdagangan manusia, sepatutnya dilibatkan dan didengar pendapatnya karena hal ini menyangkut kehidupan mereka.

Tentang Indonesia ACT:

Indonesia ACT kepanjangan dari Indonesia Against Child Trafficking merupakan jaringan nasional kampanye memerangi perdagangan anak di Indonesia yang beranggotakan 16 LSM se-Indonesia tersebar di 12 kota (Medan, Batam, Jakarta, Indramayu, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Mataram dan Kupang)


Kontak person:

Dewi Astuti
Advocacy Officer
Kantor Indonesia ACTs
Jalan Kalibata Utara I No. 32
Jakarta Selatan – 12740
Telp/faks: 021-7997036, HP : 085710818003