Depnakertrans Kurangi Wewenang BNP2TKI
7 Januari 2009 | 16:26 WIB
Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Depnakertrans I Gusti Made Arke, didampingi Kepala Biro Hukum Depnakertrans Sunarno, di Jakarta, Rabu [07/01] , mengatakan penerbitan Permen No.22/2008 yang juga diikuti dengan Permen No.23/2008 merupakan tindak lanjut dari diterbitkannya sejumlah peraturan perundangan tentang kementerian negara, Pemda, dan perdagangan orang.
Permen No.22/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Permen No.23/2008 tentang Asuransi Tenaga Kerja
Dia lalu menjelaskan UU dan PP yang menjadi landasan kedua Permen tersebut, yakni UU No.3/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, UU No.39/2009 tentang Kementerian Negara, UU No.32/2004 tentang Pemerintah daerah, UU No.21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No.2/1992 tentang Usaha Perasuransiasidan PP No.38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, antara Pemerintah, Pemrov, dan Pemda Kabupaten/Kota.
Sebelumnya, Menakertrans Erman Suparno mengatakan bahwa Permen 22/2008 diterbitkan merupakan amanah dari
Lebih jauh, Arka mengatakan penerbitan dua Permen itu berdampak pada pengalihan sejumlah pelayanan administrasi yang sebelumnya menjadi wewenang BNP2TKI.
Pelayanan administrasi itu antara lain, tentang Surat Ijin Pengerahan, penyelenggaraan Pembekalan Akhir Penempatan (PAP), pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN), Sistem Komunikasi KTKLN, rekomendasi fiskal, pengawasan lembaga pelatihan, klinik pemeriksaan kesehatan, sertifikasi, asuransi, dan pengelolaan terminal khusus TKI.
Kondisi itu menjadikan wewenang BNP2TKI hanya menempatkan tenaga kerja sesuai dengan perjanjian negara asal dan negara tujuan (G to G) yang kini terbatas pada penempatan ke Korea Selatan dan Jepang (khusus perawat).
"Kita mengembalikan peran BNP2TKI sebagai operator penempatan TKI secara G to G," kata Arka. Depnakertrans selanjutnya akan mengalihkan sejumlah pelayanan administrasi TKI ke pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Khusus tentang perlindungan TKI, Arka mengingatkan kembali kewajiban perusahaan jasa TKI (PJTKI) yang harus bertanggungjawab atas keselamatan TKI sejak direkrut, dilatih, ditempatkan dan kembali ke desa asal.
Konsekwensi logis dari kewajiban yang diamanatkan UU itu, maka pengelolaan terminal khusus TKI di Bandara Soekarno Hatta menjadi tanggung jawab PJTKI dan pemerintah pusat.
Keterlibatan pemerintah pusat untuk mendata TKI bermasalah dan menganalisa penyebabnya. "Apakah terlindung dalam program asuransi atau tidak dan apa penyebabnya, " kata Arka.
Libatkan Pemda
Konsekwensi logis dari pengalihan pelayanan administrasi itu ke daerah, maka Pemda terlibat dalam proses penempatan dan juga turut bertanggungjawab atas permasalahan TKI.
Kalangan PJTKI menyambut baik revisi Permen No.18/2007 dan dan Permen No.20/2007 tentang Asuransi Tenaga Kerja
"Kami mendukung revisi Permen itu, tetapi juga berharap adanya koordinasi yang baik antara pusat dan daerah agar proses penempatan tidak terganggu," kata Wakil Ketum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Rusdi Basalamah.
Dia juga meminta Depnakertrans mencermati proses penempatan TKI selama masa transisi, yakni sejak kedua Permen itu ditandatangani Desember 2008 lalu dan berlaku pada 1 Februari 2009.
Masa transisi itu diperlukan karena dibutuhkan koordinasi Depnakertrans dengan pemerintah daerah (provinsi, kabupaten dan
Dia berharap revisi peraturan ini dapat meningkatkan jumlah penempatan TKI ke manca negara sekaligus dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, khususnya pada kantong-oantong TKI yang sebagian besar merupakan daerah minus di Indonesia.
Link: http://beritasore.com/2009/01/07/depnakertrans-kurangi-wewenang-bnp2tki/