-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

05 January 2009

Fortifikasi Atasi Kekurangan Gizi Mikro

Fortifikasi Atasi Kekurangan Gizi Mikro
 
Jumat, 2 Januari 2009 | 07:47 WIB
Anak balita dan para ibu antre untuk mendapatkan konsultasi gizi gratis dari Mobil Konsultasi Gizi Keliling di halaman Puskesmas Ciracas, Jakarta, Kamis (11/12). Mobil ini direncanakan berkeliling di 100 lebih lokasi di sejumlah kota di Jawa dan Sumatera untuk menjembatani kurangnya informasi tentang asupan gizi yang baik pada anak.
    JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya status zat gizi mikro mengancam kualitas sumber daya manusia. Untuk memenuhi kecukupan zat gizi mikro dalam menu makanan masyarakat, fortifikasi multigizi atau penambahan beberapa zat gizi mikro perlu segera dilakukan dengan menggunakan teknologi mikroenkapsulasi terutama di daerah miskin dan sulit dijangkau.

    "Dibandingkan dengan intervensi lain, seperti suplementasi zat gizi, fortifikasi lebih murah dan efektif mengingat luasnya defisit zat gizi mikro," kata Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia Arum Atmawikarta, Kamis (1/1) di Jakarta.

    Pelaksanaan fortifikasi telah berjalan sekitar 35 tahun sejak dicanangkan penambahan yodium pada garam, sedangkan penambahan zat besi dalam tepung terigu baru lima tahun ini.

    Akan diperkuat

    Terkait hal itu, dalam rencana pembangunan jangka panjang tahun 2010-2014, kebijakan fortifikasi akan diperkuat. Vitamin A dan zat besi, misalnya, dinilai perlu ditambahkan ke dalam wadah fortifikasi seperti garam karena tingginya angka defisit zat gizi itu pada ibu dan anak.

    "Perlu ada regulasi wajib fortifikasi beberapa zat gizi mikro," kata Arum yang juga Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional.

    "Zat gizi mikro merupakan bagian tak terpisahkan dengan metabolisme tubuh. Karena itu, program intervensi gizi perlu segera dilakukan untuk mengatasi masalah zat gizi mikro rendah agar dapat mencegah kehilangan kualitas sumber daya manusia," kata Prof (riset) Komari dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes.

    Proses fortifikasi secara konvensional dilakukan dengan menambahkan zat gizi mikro ke dalam formulasi makanan, misalnya, yodium pada garam atau zat besi pada tepung terigu. Namun, bila zat gizi yang ditambahkan bisa bereaksi dan menghasilkan cita rasa, warna, dan aroma pada bahan makanan yang tidak diterima konsumen, perlu digunakan stabilisator.


    Evy Rachmawati
    Sumber : Kompas Cetak