Last modified: 17/1/09
"Kalau mau sama mahasiswa, harus sudah kontak sebelum jam tiga sore". Begitu pesan Roni (40), bukan nama sebenarnya, yang dia sampaikan kepada SP saat hendak mencari mahasiswi yang bisa diajak jalan bersama.
Para perempuan pekerja seks komersial dan gelandangan menjalani sidang yustisi di kantor Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis . Mereka harus membayar denda, dan akan menjalani hukuman kurungan apabila terangkap lagi.
Menurut dia, ajakan jalan bersama itu hanya alasan awal yang dilontarkannya untuk kemudian menjajaki kemungkinan "tidur" bersama sang mahasiswi. "Biasanya, minimal dua kali bertemu sudah langsung bisa," kata Roni lagi.
Fenomena tadi sudah jamak terjadi di Kota Bandung. Makanya, setelah lewat pukul tiga sore, akan sulit untuk membuat janji. Pasalnya, tidak sedikit lelaki hidung belang yang sudah membuat janji terlebih dahulu.
Roni sendiri lebih memilih untuk melakukan hubungan suami istri dengan mahasiswi daripada mencari perempuan yang memang menjajakan seks. "Buat saya, mereka lebih bersih dan terjaga kesehatannya," ujarnya.
Berdasarkan pengalamannya, kata Roni, tidak semua mahasiswi mau diajak kencan dengan orang yang baru dikenalnya. "Kalau perempuan yang memang jualan, biasanya pasang tarif. Saya biasanya bukan dengan yang berjualan, tapi dengan mahasiswi yang memang suka (melakukan hubungan seks)," katanya.
Untuk mencari tahu mahasiswi mana yang bisa diajak kencan, Roni tidak perlu bersusah payah. Dia cukup mengetahui nomor telepon sang mahasiswi. Nomor itu biasanya dia dapat dari teman sang mahasiswi.
Berbekal kemampuan berbicara, sang hidung belang membuat janji untuk bertemu atau menjemput teman kencannya di tempat yang sudah disepakati. "Lokasi bertemu juga tidak jauh, dekat-dekat dengan kampusnya. Biasa saya ajak makan atau nonton dulu sebelumnya," paparnya. Ditambahkannya, kalau memang sang mahasiswi merasa nyaman, maka kencan bisa berlanjut ke hotel.
"Kadang mereka mengaku memang suka melakukan hubungan seks. Makanya, mereka juga tidak ngotot minta uang. Paling juga bilang kalau belum bayar indekos. Ini beda dengan yang suka menjajakan diri, sebelum tidur, mereka sudah tanya dulu dibayar berapa? Biasanya, minta di atas Rp 500.000," imbuh Roni.
Berdasarkan penelusuran SP, tidak sedikit penyedia layanan untuk syahwat pria di Kota Bandung ini menyamarkan usahanya. Sebut saja layanan pijat dan juga karaoke di Jalan Pasirkaliki, Astana Anyar, Cibadak, Dalem Kaum, BKR, dan Jenderal Sudirman. "Perempuan yang bekerja di tempat itu, semua bisa juga," kata Roni membenarkan ketika SP menyebutkan satu per satu tempat yang dimaksud.
Malah, kata Roni, ada tempat pijat yang menyediakan ruangan khusus untuk para pemijatnya. Klien, sambungnya, tinggal memilih perempuan dari dalam sebuah ruangan kaca untuk kemudian jadi tenaga pemijatnya. "Tapi saya tetap lebih memilih mahasiswi," tutur Roni.
Anggota Polisi Pamong Praja Kecamatan Kebayoran Baru menangkap dua orang perempuan yang diduga pekerja seks komersial di kawasan Blok M, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, Jumat
Sejak 1987
Itu di Bandung. Bagaimana dengan di Surabaya? Di kota ini ternyata juga ada pelajar yang terpaksa menjual diri hanya semata-mata untuk mendapatkan materi. Yang jelas, soal harga diri, urusan belakangan.
Ketua Yayasan Abdi Asih Surabaya Liliek Sulistyowati mengatakan, faktor dominan siswi sekolah lanjutan dan remaja putri menjadi PSK, karena lingkungan dan tekanan ekonomi keluarganya.
Kepada SP, Liliek, yang pekerja dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM), khusus mengentas PSK agar kembali ke jalan yang benar, mengatakan, jika di Jakarta Barat, terdapat 18 siswi sekolah lanjutan ditemukan sebagai PSK, di Surabaya pun ada, tetapi belum terungkap terbuka di media massa. Bahkan sejak 1987, para pelajar putri di kota ini sudah ada yang melayani "om-om senang".
Sejumlah remaja putri yang tertangkap basah ketika menjalankan pekerjaannnya menyatakan, lebih suka menjadi PSK ketimbang pekerjaan lainnya. Alasannya, menjadi PSK selalu banyak uang, sehingga dengan mudah membeli kebutuhan sekunder, seperti handphone keluaran terbaru dan lain-lain.
''Itu pengakuan jujur para remaja putri di depan aparat Kepolisian dan saya,'' kata Liliek, yang akrab dengan panggilan Vera ini.
Menurut Liliek, para pelajar dan remaja putri umumnya, bergaul di lingkungan keluarganya 40 persen, sedangkan 60 persen lainnya didapat dari pergaulan sehari-hari. Jika di rumah tidak mendapat bekal yang cukup, bisa jadi mudah terpengaruh terhadap lingkungan di mana mereka bergaul.
Di lingkungan keluarga para remaja, dikatakan Liliek, sebaiknya selalu ditekankan dengan kegiatan-kegiatan positif, termasuk pendidikan agama yang dianutnya, guna menangkal masuknya gangguan ketika mereka bergaul dengan teman sebayanya.
Sejak Abdi Asih didirikan tahun 1987, sebanyak 150 PSK berhasil dientas yayasan ini. Di Abdi Asih, PSK yang ingin kembali ke masyarakat, diberi keterampilan membuat aneka macam kue, seperti onde-onde, ote-ote, pastel, dan roti. Mereka juga diajari menjahit sampai mahir. Setelah mampu mandiri, mereka dikembalikan ke daerah asalnya.
Dari fenomena yang terjadi hingga pelajar pun tenggelam dalam bisnis pelacuran, jelas kalau kemiskinan dan lingkungan merupakan lingkaran setan yang memaksa para pelajar juga harus menanggung beban beratnya kehidupan di dunia ini. [080/153]
Link: http://202.169.46.231/spnews/News/2009/01/18/Utama/ut04.htm