Last modified: 17/1/09
Ela (14) asal Rembang, Jawa Tengah, nyaris terjerumus ke kompleks prostitusi (pelacuran) Dolly Surabaya, tiga bulan lalu. Beruntung ada Liliek Sulistyowati (Mbak Vera). Jika tidak, remaja putri ini akan menjadi pemuas lelaki hidung belang.
Kepada SP, di Yayasan Abdi Asih, pimpinan Vera, orang, tua Ela, Ny Sarmi (34) mengatakan, tiga bulan lalu ia bersama kelima anaknya yang masih kecil-kecil, datang ke Kota Surabaya, untuk mengubah nasib agar lebih baik.
Di Rembang, Sarmi, yang telah ditinggal wafat suaminya, sehari-hari bekerja sebagai pedagang sayur-mayur. Hasil yang diperoleh hanya cukup untuk makan sehari-hari. Akibat tekanan ekonomi yang terus menghimpit keluarganya, ia memutuskan untuk mencari peruntungan ke Surabaya.
Kota ini menjadi tujuan utama, setelah seorang tetangganya asal Rembang, yang sudah lama bekerja di Surabaya, memberi alamat tempat bekerja untuk Ela dan ibunya. Sarmi pun berangkat ke Surabaya, naik bus umum disertai kelima anaknya.
Ia kaget, setelah diberitahu tukang becak yang mengangkutnya, bahwa alamat tersebut ternyata Dolly, kompleks pelacuran yang konon terbesar di Asia Tenggara. Tukang becak tadi, tidak membawa keluarga ini ke Dolly, tetapi langsung ke rumah Vera.
Bak gayung bersambut, Vera yang paham bahwa Ela akan dijebak untuk menjadi penghuni Dolly, memutuskan menyelamatkan keluarga miskin ini. "Untung ada Bu Vera yang menyelamatkan anak saya. Jika tidak, Ela akan menjadi pelacur,'' kata Sarmi.
Menurut Vera, kisah Ela, hanya sebuah contoh. Tetapi, banyak model lainnya menimpa remaja dan janda muda lainnya untuk dipekerjakan di lembah hitam. Jika dirinya tahu, hal seperti itu akan dicegah. Apabila tidak, mereka lolos menjadi penghuni tempat pelacuran.
Di yayasan milik Vera, akhirnya Sarmi dan anaknya diajari ketrampilan membuat aneka macam kue dan jahit -menjahit. Jika mereka sudah mahir dan mampu mandiri, segera dikembalikan ke daerah asal mereka.
''Banyak mantan PSK (pekerja seks komersial) yang setelah mendapat pelajaran keterampilan, sukses membuka salon, menjadi juragan kue, dan usaha jahit,'' kata Vera. Dia menambahkan, PSK yang berhasil dientas kembali ke masyarakat sebanyak 150 orang sejak yayasan ini didirikan pada 1987.
Kepada pemerintah, Vera mengatakan, jangan hanya memikirkan orang perkotaan, tetapi masyarakat desa harusnya juga mendapat penanganan. Yang jadi PSK, kebanyakan masyarakat miskin dan orang miskin kebanyakan berdomisili di desa-desa.
Terhadap masalah penjualan anak, tegasnya, harus diberantas seakar-akarnya. Sebab, jika yang ditangani hanya permukaannya, praktik jual beli anak masih akan terus berlangsung sampai kapan pun.
Menurut Vera, banyaknya pelajar remaja putri terjun ke dunia hitam, karena jumlah penduduk semaki
n banyak dan angka pengangguran juga tinggi. Mereka ingin mengubah nasib dengan cepat, dengan menjadi pelacur. Program keluarga berencna (KB), yang dulu gencar dilakukan pemerintah, perlu ditumbuhkan lagi, guna mengerem laju angka kelahiran.
Ia mencontohkan, Sarmi dengan lima anaknya yang masih kecil-kecil Di desanya di Rembang, sebutir telur
dibagi lima anak. Ini dilakukan, karena kehidupan mereka berada di bawah garis kemiskinan. [SP/Teguh LR]
Link: http://202.169.46.231/spnews/News/2009/01/18/Utama/ut05.htm