JAKARTA, BK Klaim asuransi senilai Rp365 miliar yang seharusnya menjadi hak sekitar 16.621 TKI bermasalah yang dipulangkan secara paksa antara 2008 hingga April 2009, sampai saat ini ternyata terus 'digantung' pihak konsorsium asuransi. LBH KOMPAR-RI selaku pemegang kuasa para TKI untuk melakukan penagihan, juga tak berdaya menghadapi keperkasaan konsorsium asuransi tersebut. Pasalnya, hingga kini LBH KOMPAR-RI baru bisa mencairkan 232 klaim asuransi TKI bermasalah.
"Itupun klaimnya hanya dibayar sekitar 30% dari ketentuan besaran klaim yang diatur dalam SK Menakertrans baik No 20 maupun 23 tentang asuransi perlindungan TKI," tegas Ketua Himpunan Pengusaha Jasa Penempatan TKI (Himsataki) Yunus M Yamani, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (14/7).
Menurut Yunus, yang paling bertanggungjawab atas kejadian itu, selain konsorsium asuransi yang telah memungut premi para TKI sebesar Rp400.000/TKI atau sekitar Rp6,64 miliar dari 16.621 TKI bermasalah, juga Menakertrans Erman Suparno dan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) M Jumhur Hidaya.
Yunus menegaskan, Menakertrans bertanggung jawab atas surat perintahnya yang telah menunjuk anggota konsorsium, yang dalam perkembangannya terkesan telah menjadikan konsorsium sebagai "Celengan Semar'. Sementara dosa Kepala BNP2TKI terletak pada surat penunjukkannya dan surat pemberian surat kuasa kepada LBH KOMPAR-RI untuk menahan paspor para TKI, yang digunakan untuk mencairkan dana asuransi TKI.
Yunus mengakui, jumlah premi yang diterima dari 16.621 TKI bermasalah itu memang lebih kecil dari jumlah klaim. Tapi jumlah TKI bermasalah dibanding jumlah TKI yang berangkat setiap bulannya yang mencapai sekitar 400.000an, hanya sekitar 18%nya. "Jadi konsorsium tetap mereguk untung. Karenanya tidak ada alasan bagi konsorsium untuk mengabaikan kewajiban pembayaran asuransinya. Pelanggaran ini bisa masuk pidana dengan sanksi penjara cukup berat," tegas Yunus. O did |