-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

10 August 2009

SUKU BATHIN SEMBILAN Warga Menuntut Pembebasan Tanah Adat

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/10/02521038/warga.menuntut.pembebasan.tanah.adat.

SUKU BATHIN SEMBILAN
Warga Menuntut Pembebasan Tanah Adat

Senin, 10 Agustus 2009 | 02:52 WIB

Jambi, Kompas - Komunitas suku Bathin Sembilan di Kabupaten Batanghari, Jambi, menuntut realisasi atas pengembalian tanah adat seluas 7.000 hektar oleh PT Asiatic Persada, anak perusahaan Wilmar grup. Mereka juga menuntut rehabilitasi makam nenek moyang mereka yang rusak oleh pembukaan kebun kelapa sawit sejak 1986.

Ketua Kelompok Suku Bathin Sembilan Norman Nuri mengatakan, perusahaan sawit pada bulan Juli telah menyepakati tiga hal, yaitu untuk merehabilitasi makam-makam nenek moyang suku Bathin Sembilan, mengeluarkan (enclave) tanah masyarakat yang dihuni 80 keluarga di wilayah Pinang Tinggi, Tanah Menang, Padang Salak, dan Merkanding, serta mengembalikan lahan masyarakat yang berdiam dalam wilayah konsesi perkebunan sawit.

"Dari kesepakatan tersebut, belum ada realisasinya hingga kini," ujar Norman di Jambi, Sabtu (8/8).

Norman melanjutkan, masuknya perusahaan perkebunan sawit itu dalam wilayah adat Bathin Sembilan telah berdampak pada munculnya tekanan sosial dan ekonomi. "Banyak kebun karet dan buah-buahan kami yang ditebang dan kini berubah menjadi tanaman sawit. Kami benar-benar terpinggirkan di lokasi yang merupakan tempat kehidupan kami turun-temurun," katanya.

Menurut Norman, Badan Pertanahan Agraria Jambi pernah mengadakan pengukuran tanah adat seluas 5.318 hektar di wilayah Dusun Pinang, Tanah Menang, dan Padang Salak, serta 2.140 hektar di wilayah Merkanding. Oleh karena itu, Badan Pertanahan Nasional merekomendasikan agar perusahaan sawit menyelesaikan persoalan konflik dengan kelompok adat tersebut.

Acil Saputra, pemegang hak waris pemimpin suku Bathin Sembilan, mengatakan bahwa masyarakat sangat tertekan setelah masuknya perkebunan sawit ke wilayah adat mereka. "Untuk makan sehari-hari saja kini sangat sulit," ujarnya. (ITA)