-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

02 September 2009

Kota Jeddah Ternyata Lebih Kejam dari Jakarta

http://www.beritakota.co.id/berita/ekonomi-a-bisnis/13850-kota-jeddah-ternyata-lebih-kejam-dari-jakarta.html


Kota Jeddah Ternyata Lebih Kejam dari Jakarta
Rabu, 02 September 2009 08:05
Ribuan TKI Terlantar

AFP
DI MALAYSIA: SELAIN di Saudi Arabia, TKI bermasalah pun bertebaran di sejumlan negara lain. Di Malaysia, TKI bermasalah mencapai 276 orang. Jumlah ini malah melebihi jumlah di Saudi Arabia dan menjadi peringkat ketiga setelah Kuwait (506 orang) dan Jordania (404 orang) dari total TKI bermasalah di dunia yang mencapai 1.678 orang.

Orang bilang, Jakarta lebih kejam dari Ibu Tiri. Tapi kenyataannya, Jakarta tak sekejam kota Jeddah di Saudi Arabia sana.

TRAGIS. Itulah kenyataan miris yang menimpa ribuan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jeddah, Saudi Arabia. Modal nekat dengan mengubah visa Umroh/Haji untuk bekerja melalui jasa calo dan perusahaan yang tak terdaftar di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), harus ditanggung dengan segala penderitaan.

Mimpi indah membawa ratusan juta rupiah ke Tanah Air, berbalik menjadi kenyataan sangat pahit. Mereka harus rela tidur di bawah kolong jembatan, siap menjadi mangsa pelecehan seksual, bahkan harus rela untuk dijadikan sebagai sasaran kawin kontrak. "Itulah kenyataan pahit di Jeddah yang menimpa ribuan TKI karena berangkat kerja tanpa prosedur resmi," ungkap Menakertrans Erman Suparno di Jakarta, Selasa (1/9).

Dikatakan, saat ini ada sekitar 400 WNI overstay berkumpul di kolong Jembatan Kandaran Distrik Syarafiyah Jeddah dan ribuan lainnya berada di sekitar Jeddah. WNI overstay itu adalah mereka dengan visa atau kafil bebas yang izin tinggalnya sudah habis masa berlakunya, tak mempunyai dokumen perjalanan resmi, baik berupa paspor maupun dokumen perjalanan lainnya, dan masuk ke Saudi Arabia biasanya dengan visa Umrah/Haji, serta TKI yang kabur atau lari dari majikan resmi.

"Para TKI seperti itulah yang rentan terhadap kematian, penyakit, kejahatan fisik, pelecehan seksual, dan rawan kawin kontrak. Dengan pemalsuan dokumen negara, berupa paspor congkelan, buku nikah palsu, identitas mereka sulit dilacak, sehingga menyulitkan pemerintah untuk memberi perlindungan hukum maksimal," tegas Menakertrans.

Menurut Erman, setiap pagi pukul 07.00 banyak overstayers yang dari luar datang ke jembatan untuk diangkut ke Tarhil (rumah imigrasi di Jeddah) pada pukul 09.00. Dan setelah itu, bagi yang tak dibawa ke Tarhil, kembali ke tempat masing-masing. Tidak semua WNI Overstay dibawa ke Tarhil, hal ini karena adanya peran calo-sindikat.

Erman menambahkan, di luar WNI overstayer itu, masalah lain adalah banyaknya TKI bermasalah yang saat ini berada dipenampungan KBRI. Di Penampungan KBRI/KJRI Saudi Arabia ada 257 orang, Yordania 404 orang, Kuwait 506 orang, Qatar 35 orang, Malaysia 276 orang, Singapura 113 orang, Hongkong 6 orang, Brunei Darussalam 44 orang, Taiwan 37 orang. Jadi total berjumlah 1678 orang. Sementara kepulangan WNI melalui Tarhil pada 2007 berjumlah 24.834 orang, tahun 2008 = 23.921 orang, tahun 2009 = 13.839 (s.d Juni 2009).

Semua persoalan itu muncul, ungkap Erman, karena sampai saat ini masih banyak TKI yang bekerja secara ilegal atau nonprosedural. Seperti, bekerja dengan tak menggunakan visa kerja, yaitu menggunakan visa umrah/haji, visa kunjungan, visa belajar, impresariat, dan sejenis. Bahkan ada TKI yang kabur/lari dari majikan sebelum masa kontrak selesai; bekerja ke luar negeri melalui perusahaan tak terdaftar di Depnakertrans; serta bekerja melalui jasa calo yang tak bertanggungjawab.

Menurut Menakertrans, solusi jangka pendek Depnakertrans akan melakukan koordinasi lintas sektor, seperti Deplu, Dephum dan HAM, POLRI, Dephub, Depsos, Menneg PP. Jangka panjang, harus ada keputusan politik untuk mencegah WNI yang akan bekerja ke luar negeri secara nonprosedural dengan cara mempertajam kebijakan di bidang PPTKLN seperti revisi UU No 39/2004.

Selain itu, meningkatkan peran dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Provinsi dan Kab/Kota sesuai kewenangannya dalam otonomi daerah, sehingga harus mengetahui semua warganya yang akan pergi ke luar negeri baik untuk bekerja/magang, kunjungan/wisata, belajar, umrah/haji, maupun untuk misi kebudayaan, untuk dapat memastikan bahwa mereka berangkat sesuai dengan prosedur yang berlaku. O did