-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

02 October 2009

5 Daerah Rawan Pangan

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/25/1040556/5.Daerah.Rawan.Pangan.

5 Daerah Rawan Pangan
Bukan karena Kurangnya Pangan, tetapi Akses Terbatas

Rabu, 25 Maret 2009 | 10:40 WIB

Slawi, Kompas - Sebanyak lima kabupaten di Jawa Tengah masih rawan pangan. Hal tersebut disebabkan belum memadainya tingkat akses pangan dan sumber penghasilan, serta tingkat pemanfaatan dan penyerapan pangan yang masih kurang. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kerja sama lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat miskin.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Ketersediaan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jateng, Poedji Widodo, di sela-sela Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal, Selasa (24/3). Menurut Poedji, lima kabupaten yang masih rawan pangan hingga akhir 2008 adalah Kabupaten Brebes, Wonosobo, Rembang, Purworejo, dan Kebumen.

Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan jumlah kabupaten yang rawan pangan pada tahun 2007. Hingga akhir 2007, kabupaten rawan pangan di Jateng mencapai delapan kabupaten, termasuk Kabupaten Tegal.

Poedji mengatakan, masih adanya daerah yang rawan pangan bukan disebabkan kurangnya ketersediaan pangan. Justru saat ini, wilayah Jateng termasuk surplus. Pada akhir tahun 2008, surplus beras mencapai 2,2 juta ton, surplus jagung sebanyak 700.000 ton, sedangkan surplus ubi kayu mencapai 2,6 juta ton.

Namun, rawan pangan tersebut lebih disebabkan indikator lain, yaitu belum memadainya akses pangan dan sumber penghasilan, kurangnya pemanfaatan dan penyerapan pangan, serta tingginya tingkat kerentanan pangan. "Hal itu antara lain dilihat dari persentase orang miskin, tingkat pengangguran, akses jalan, listrik, dan transportasi," ujarnya.

Untuk mengatasi hal itu, menurut Poedji, perlu dilakukan upaya di berbagai sektor dan unsur, termasuk pengadaan sarana dan akses pangan. Selain itu, pemerintah juga melakukan program Desa Mandiri Pangan.

Melalui program tersebut, masyarakat di satu desa yang dinilai rawan pangan diberdayakan dan didampingi selama empat tahun agar mampu memanfaatkan potensi lokal secara maksimal. Masyarakat miskin di dalamnya mendapat bantuan bergulir sebesar Rp 100 juta untuk mengembangkan usaha. Sejak tahun 2006 hingga saat ini tercatat 88 desa di Jateng sudah mendapat program Desa Mandiri Pangan.

Selain itu, pemerintah juga berupaya memasyarakatkan program diversifikasi pangan untuk menekan konsumsi beras. Selama ini, potensi bahan makanan nonberas di Jateng sangat tinggi, tetapi belum termanfaatkan secara optimal.

Kepala Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal Toto Subandriyo mengatakan, pemerintah di tingkat kabupaten juga mulai memasyarakatkan diversifikasi pangan. Bahkan, terdapat instruksi dari bupati yang mewajibkan setiap acara resmi menyertakan makanan dari olahan bahan nonberas dan nonterigu.

Menurut Toto Subandriyo, berdasarkan skor pola pangan harapan (PPH), konsumsi kelompok makanan yang perlu ditingkatkan yaitu umbi- umbian dan pangan hewani. Skor PPH untuk konsumsi umbi-umbian hanya 50,38 persen, sedangkan untuk pangan hewani hanya mencapai 50,82 persen. (WIE)