-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

15 October 2009

70% Anemia Dipicu Gizi Buruk

http://www.republika.co.id/berita/82567/70_Anemia_Dipicu_Gizi_Buruk

70% Anemia Dipicu Gizi Buruk

By Republika Newsroom
Kamis, 15 Oktober 2009 pukul 09:51:00

70% Anemia Dipicu Gizi BurukROL/RIRIN SJAFRIANI

BERAGAM: Produk organik kini tidak terbatas hanya pada sayur. Beragam buah-buahan serta beras juga semakin mudah ditemukan untuk para peminatnya.

KEPULAUAN SERIBU--Anemia atau penyakit kekurangan darah tidak hanya disebabkan lantaran kekurangan zat besi. Lebih dari itu, penderita anemia umumnya disebabkan gizi buruk.

"Penyebab utama tetap zat besi tapi sekitar 70% penyebab anemia di indonesia adalah gizi buruk," tegas Dr. Adi Sasongko, peneliti Yayasan Kusuma Buana usai seminar Hasil Penanggulangan Anemia dan Survey Gizi di Kepulauan Seribu, baru-baru ini.

Permasalahan gizi, kata dia, merupakan hal esensial yang mesti diperhatikan. Masyarakat Kepulauan seribu, paparnya, memang dilimpahi makanan yang kaya zat besi macam ikan dan hasil laut. Tapi, tidak diimbangi dengan sayuran dan buah-buahan yang menghasilkan vitamin C guna menyerap zat besi.

Hal tersebut tergambar dalam pelaksanaan survei yang dilakukan yayasan Kusuma Buana pada November-Desember 2008 lalu dengan melibatkan 2744 anak berjenjang pendidikan TK dan SD. Survey tersebut mencatat, status gizi kurang dan buruk menurut berat badan mencapai 28.4% atau terkategori kurang gizi akut. Sementara, status gizi kurang dan buruk menurut tinggi badan mencapai 29.3% dan merupakan indikasi dari proses kekurangan masukan gizi yang bersifat kronik.

Berdasarkan hitungan angka, memperlihatkan kepulauan itu bukan terhitung daerah tertinggal. Tapi Ironisnya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kusuma Buana prihal masalah Anemia tercatat prosentase angka prevalensi anemia pada bayi (88.9%), balita (79.10%) dan ibu hamil (75.5%).

"Harusnya Kepulauan Seribu tidak ada masalah dengan itu. Namun, bila hanya mengkonsumsi makanan mengandung zat besi juga percuma karena tidak ada zat yang menyerap seperti vitamin C," tuturnya.

Suplemen Bukan Solusi

Terkait begitu banyak produk suplemen zat besi, memang diakui Adi mampu menjadi solusi guna mengatasi masalah anemia. Umumnya, suplemen mengandung zat besi, vitamin c dan asam folat.

Kedua zat terakhir, kata Adi, merupakan dua zat yang mampu mempercepat penyerapan zat besi dalam tubuh. Artinya, produksi darah dalam tubuh berlangsung normal. "Suplemen bisa membantu karena mengandung zat besi, asam folat dan vitamin c. Tapi kita tidak bisa andalkan suplemen," tegasnya.

Masyarakat, tuturnya, harus memperoleh dukungan pola makan seperti asupan makanan yang mengandung zat besi dan vitamin. Dengan begitu resiko anemia bisa ditekan.

Disamping perbaikan gizi, deteksi dini terkait penyakit anemia juga mutlak diperlukan. Sebab, kata Adi, jarang sekali penderita anemia  mengeluh. "Sering penyakit anemia tidak terdeteksi, dia datang pas keluhan pilek dan batuk. Jadinya, yang diobati flu bukan anemia," tukasnya. Secara fisik, jelas Adi, memang tidak terlihat. Tapi, tampak dari tangan terlihat putih pucat.

Oleh karena itu, Adi menyarankan agar penyuluhan dilakukan dengan sistem menjemput bola. Sebab, bila hanya menunggu warga mengeluh maka akan terlalu lama untuk mendeteksi anemia.

Kerja Sama


Pada kesempatan yang sama, Direktur Yayasan Kusuma Buana, Firman Lubis menyatakan, upaya-upaya  kesehatan setidaknya membutuhkan kerja sama para ahlinya, dari universitas, lembaga swadaya masyarakat, dunia swasta dan pemerintah daerah.

Masalah kesehatan, kata dia,  merupakan masalah bersama. Dimana adanya semacam tanggung jawab menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan kelengkapan persoalan fasilitas penunjang Pola Hidup sehat dan Bersih (PHSB kesehatan. "Bila terjalin kerjasama dengan baik maka akan terwujud sistem kesehatan dengan optimal.Selain itu, tercipta pula komitmen," tegasnya.

Sementara itu, Direktur International Pharmaeutical Manufacturers Group (IPMG), Parulian Simanjuntak menyatakan rasanya tidak adil bila membebankan persoalan kesehatan kepada pemerintah daerah. "Dengan anggaran yang begitu minim, rasanya tidak adil menyudutkan pemerintahan daerah," tukasnya.

Kepulauan seribu oleh pemerintah Porvinsi DKI Jakarta diberikan anggaran 456 juta rupiah melalui suku dinas kesehatan DKI guna mendukung pemenuhan kebutuhan akan pencitapan Pola Hidup Sehat dan Bersih. cr2/rin