Jumat, 07 April 2006
Semarang, Kompas - Komisi E DPRD Jawa Tengah mengusulkan penambahan alokasi dana Rp 937,5 juta sebagai pinjaman bergulir kepada 250 calon tenaga kerja Indonesia asal Jawa Tengah.
"Keberadaan pinjaman bergulir ini sangat penting. Dengan nominal Rp 3.750.000 per TKI, cukup memadai. Hanya saja bantuan bergulir ini belum menjangkau banyak orang. Tahun ini hanya tersalurkan kepada 250 TKI. Ini sedikit. Karena itu, kami usulkan tambahan dana sebesar Rp 3,7 juta lagi kali 250 TKI lagi," ujar anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah Masruchan Syamsurie kepada wartawan di Semarang, Kamis (6/4). Dana pinjaman bergulir kepada TKI yang telah dialokasikan dalam APBD Jateng 2006 tahun ini sebesar Rp 937,5 juta untuk 250 TKI. Jumlah tersebut lebih kecil dibanding alokasi tahun 2005 yang sebesar Rp 1,4 miliar dan menjangkau 390 TKI.
"Mengingat sangat bermanfaatnya bantuan ini, seharusnya tahun ini lebih besar daripada tahun sebelumnya. Paling tidak tahun ini bisa menjangkau 500 TKI dan tahun 2007 bisa 1.000 TKI," kata Masruchan.
Pinjaman bergulir kepada TKI ini merupakan Kebijakan Pemerintah Provinsi Jateng sejak tahun 1998. Tujuannya adalah meringankan beban TKI dalam memenuhi persyaratan keberangkatan ke negara tujuan yang biasanya cukup memberatkan. Besarnya bantuan adalah Rp 3.750.000 per TKI dan tanpa bunga.
Penyaluran pinjaman bergulir ini melalui perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) resmi yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng. PJTKI bertindak sebagai penjamin TKI yang menerima pinjaman bergulir tersebut.
Sebagai pelaksana teknis pinjaman bergulir ini, lanjut Masruchan, PJTKI harus dievaluasi oleh Disnakertrans Jateng. PJTKI yang ditunjuk juga harus menyerahkan progress report penyaluran TKI yang dibiayai dengan dana tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Independen (FSBI) Jateng Fajar E Utomo mengatakan, fungsi kontrol terhadap penyaluran dana bantuan pinjaman untuk TKI ini harus ditingkatkan, terutama kepada PJTKI. Sebab, dalam praktiknya sering kali TKI yang menerima bantuan tetap dibebani biaya yang cukup besar.
"Seharusnya penyaluran bantuan ini tidak lewat PJTKI. Mestinya langsung kepada calon TKI atau buruh yang bersangkutan sehingga jelas," ujarnya. (HAN)