-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

28 April 2006

Alami Gizi Buruk, 5 Juta Anak Indonesia Terancam Kehilangan Daya Saing

Jum'at, 28 April 2006

JAKARTA--MIOL
: Dalam 15 tahun mendatang sebanyak lima juta anak Indonesia terancam kehilangan daya saingnya bila kasus gizi buruk di Tanah Air tidak segera ditanggulangi.

"Kita memang belum melakukan penelitian tentang itu, tapi dengan melihat besaran masalah yang ada sekarang, maka kalau tidak segera ditanggulangi mereka akan kehilangan kesempatan untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas," kata Kepala Subdit Bina Kewaspadaan Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Tatang S Falah di Jakarta, Kamis (27/4).

Ia menjelaskan, gizi buruk merupakan gejala yang terjadi dalam jangka panjang dan menimbulkan dampak jangka panjang pula.

Masalah gizi, menurut dia, berkaitan erat dengan kualitas dan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) pada masa mendatang.

Anak-anak dengan status gizi kurang atau buruk, menurut dia, tidak akan tumbuh dan berkembang dengan baik. "Selain berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi juga berpengaruh pada kecerdasan anak. Anak-anak dengan gizi kurang dan buruk akan memiliki tingkat kecerdasan yang lebih rendah, nantinya mereka tidak akan mampu bersaing," jelasnya.

Supaya hal itu tidak terjadi, ia melanjutkan, pemerintah berusaha semaksimal mungkin untuk menurunkan angka gizi buruk di Tanah Air. "Kita berusaha menurunkan jumlah anak dengan gizi kurang dari 27,5 persen saat ini menjadi 20 persen pada 2009 nanti," katanya.

Guna mencapai target nasional itu, kata Falah, pemerintah telah membuat Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi yakni sistem informasi yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk mengetahui situasi pangan dan gizi di wilayahnya.

Melalui sistem itu pemerintah daerah akan mengumpulkan, menyajikan serta mengkaji data tentang pangan dan gizi di wilayahnya untuk mengetahui kondisi status gizi masyarakatnya.

Data itu selanjutnya akan digunakan pemerintah pusat sebagai acuan untuk menyusun program penanggulangan masalah gizi nasional. "Pemerintah daerah bisa memantau kondisi kesehatan serta gizi masyarakat di wilayahnya dengan memberdayakan masyarakat. Posyandu harus diperkuat agar mampu mendeteksi dan menangani kasus-kasus gizi buruk dan kurang secara cepat," katanya.

Selain itu pemerintah juga telah membuat Rancangan Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk pada Juli 2005.

Aksi itu dilakukan dengan memberikan makanan tambahan kepada balita, fortifikasi (pengayaan) nutrisi pada bahan pangan pokok, melakukan promosi keluarga sadar gizi dan melakukan revitalisasi Posyandu.

Namun upaya-upaya tersebut hingga saat ini belum dapat menanggulangi masalah-masalah gizi buruk di Tanah Air, kasus-kasus gizi buruk masih dilaporkan terjadi di berbagai daerah.

Data dari Departemen Kesehatan menyebutkan pada 2004 masalah gizi masih terjadi di 77,3 persen kabupaten dan 56 persen kota di Indonesia. Data tersebut juga menyebutkan bahwa pada 2003 sebanyak lima juta anak balita (27,5 persen) kurang gizi dimana 3,5 juta (19,2 persen) diantaranya berada pada tingkat gizi kurang dan 1,5 juta (8,3 persen) sisanya mengalami gizi buruk.

Sementara menurut pengelompokkan prevalensi gizi kurang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status kekurangan gizi yang tinggi pada 2004 karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita Indonesia (28,47 persen) termasuk kelompok gizi kurang dan gizi buruk.

Menurut Falah hal itu diantaranya terjadi karena belum semua kepala daerah mempunyai komitmen untuk mengatasi masalah tersebut. Padahal, ia melanjutkan, untuk menanggulangi masalah gizi buruk diperlukan upaya yang terpadu dan berkesinambungan dari semua pihak, utamanya pemerintah daerah.

"Karena perawatan atau usaha yang bersifat kuratif lainnya tidak akan berarti kalau tidak ada upaya preventif," katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan pula bahwa faktor-faktor lain seperti pola pengasuhan, tingkat pendidikan ibu dan faktor sosial budaya dalam masyarakat juga menjadi penyebab timbulnya masalah gizi dalam masyarakat.

Oleh karena itu, ia menambahkan, semua komponen dalam masyarakat harus bekerja bersama untuk mencegah dan menanggulangi masalah gizi di Tanah Air. (Ant/OL-06)


Sumber : http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=97984

Read More...

07 April 2006

Tenaga kerja: Disediakan Anggaran Rp 900 Juta Lebih Bantu TKI

Kompas
Jumat, 07 April 2006

Semarang, Kompas - Komisi E DPRD Jawa Tengah mengusulkan penambahan alokasi dana Rp 937,5 juta sebagai pinjaman bergulir kepada 250 calon tenaga kerja Indonesia asal Jawa Tengah.

"Keberadaan pinjaman bergulir ini sangat penting. Dengan nominal Rp 3.750.000 per TKI, cukup memadai. Hanya saja bantuan bergulir ini belum menjangkau banyak orang. Tahun ini hanya tersalurkan kepada 250 TKI. Ini sedikit. Karena itu, kami usulkan tambahan dana sebesar Rp 3,7 juta lagi kali 250 TKI lagi," ujar anggota Komisi B DPRD Jawa Tengah Masruchan Syamsurie kepada wartawan di Semarang, Kamis (6/4). Dana pinjaman bergulir kepada TKI yang telah dialokasikan dalam APBD Jateng 2006 tahun ini sebesar Rp 937,5 juta untuk 250 TKI. Jumlah tersebut lebih kecil dibanding alokasi tahun 2005 yang sebesar Rp 1,4 miliar dan menjangkau 390 TKI.

"Mengingat sangat bermanfaatnya bantuan ini, seharusnya tahun ini lebih besar daripada tahun sebelumnya. Paling tidak tahun ini bisa menjangkau 500 TKI dan tahun 2007 bisa 1.000 TKI," kata Masruchan.

Pinjaman bergulir kepada TKI ini merupakan Kebijakan Pemerintah Provinsi Jateng sejak tahun 1998. Tujuannya adalah meringankan beban TKI dalam memenuhi persyaratan keberangkatan ke negara tujuan yang biasanya cukup memberatkan. Besarnya bantuan adalah Rp 3.750.000 per TKI dan tanpa bunga.

Penyaluran pinjaman bergulir ini melalui perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) resmi yang tercatat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng. PJTKI bertindak sebagai penjamin TKI yang menerima pinjaman bergulir tersebut.

Sebagai pelaksana teknis pinjaman bergulir ini, lanjut Masruchan, PJTKI harus dievaluasi oleh Disnakertrans Jateng. PJTKI yang ditunjuk juga harus menyerahkan progress report penyaluran TKI yang dibiayai dengan dana tersebut.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Buruh Independen (FSBI) Jateng Fajar E Utomo mengatakan, fungsi kontrol terhadap penyaluran dana bantuan pinjaman untuk TKI ini harus ditingkatkan, terutama kepada PJTKI. Sebab, dalam praktiknya sering kali TKI yang menerima bantuan tetap dibebani biaya yang cukup besar.

"Seharusnya penyaluran bantuan ini tidak lewat PJTKI. Mestinya langsung kepada calon TKI atau buruh yang bersangkutan sehingga jelas," ujarnya. (HAN)

Read More...

06 April 2006

Kabupaten Malang Beri Kredit Calon TKI

TEMPO Interaktif
6 April 2006

Malang: Pemerintah Kabupaten Malang melalui Bank Perkreditan Rakyat Kanjuruhan memberikan kredit lunak kepada para calon tenaga kerja Indonesia yang hendak berangkat ke luar negeri.

"Pemberian kredit ini dimaksudkan agar para calon itu berangkat secara legal dan tidak terjebak renternir,"
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kabupaten Malang, Razali, Kamis siang.

Menurut Razali, prioritas kredit diberikan ke calon TKI yang akan berangkat ke Malaysia di sektor formal. Pertimbangan yang diambil selain jumlah kredit yang disalurkan masih sedikit, juga untuk kelancaran pengembalian.

Bank Kanjuruhan dimiliki Pemerintah Kabupaten Malang menyediakan dana Rp 2 miliar untuk proyek ini. Jumlah itu akan diberikan kepada 500 calon TKI, masing-masing akan mendapatkan Rp 4 juta dengan bunga sebesar 1 persen.

Syarat untuk mendapatkan kredit cukup membuka rekening di bank yang ditunjuk, menyertakan surat keterangan dari perusahaan jasa TKI dan membuat surat kesanggupan membayar angsuran. Cara pembayaran dilakukan dengan memotong langsung di rekening bank peminjam.

Berdasarkan data di kantor Dinas Tenaga Kerja setempat, dalam kurun waktu Januari-Maret 2006, jumlah TKI asal Kabupaten Malang yang berangkat sebanyak empat ratus orang. Dari jumlah itu, Taiwan menjadi tujuan paling banyak atau sebesar 40 persen. Negara berikutnya adalah Hongkong, Malaysia dan Timur Tengah. Pada 2005 jumlah TKI yang berangkat sebanyak 6.000 orang.

Bibin Bintariadi

Read More...