Selasa, 09 Januari 2007 | 15:08 WIB
Jakarta: Mahkamah Konstitusi, Selasa (9/1), menggelar sidang permohonan hak uji terhadap Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Permohonan hak uji itu diajukan sejumlah calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan lembaga swadaya masyarakat Indonesia Manpower Watch.
Indonesia Manpower Watch selaku pemohon meminta Mahkamah Konstitusi mengoreksi pasal 35 huruf a undang-undang itu karena dinilai bertentangan dengan Pasal 27 (2) dan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.
”Pembatasan umur yang diatur dalam Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri mengakibatkan stagnasi dan diskriminasi dalam penempatan dan perlindungan TKI," kata kuasa hukum Indonesia Manpower Watch, Soekitjo, dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Selasa (9/1).
Pasal 35 huruf a Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri menyatakan bahwa "berusia sekurang-kurangnya 18 tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 tahun". Menurut Soekitjo, pasal itu bertentangan dengan Pasal 27 (2) yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Selain itu Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakukan yang adil dan layak dalam hubungan kerja".
”Undang-Undang itu diskriminatif terhadap usia produktif yaitu 18 sampai 20 tahun. Juga tidak adil dan mengabaikan kenyataan bahwa ada tenaga kerja produktif berusia 18 tahun ke atas,” ujarnya.
Sedangkan kuasa hukum calon TKI, Sangap Sidauruk, mengatakan bahwa empat orang calon TKI yang diwakilinya yakni Esti Suryani (20), Martina Septi Mayasari (19), Deniyati (20), dan Sumiyati (20) ditolak bekerja di luar negeri karena alasan belum cukup umur. "Ini melanggar hak bekerja dan mempertahankan kehidupan seperti yang tercantum dalam konstitusi," ujar Sangap.
Selain itu, kata dia, faktanya pelecehan seksual yang dialami TKI terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 21 tahun dan TKI yang bekerja pada perseorangan tidak mutlak berjenis kelamin perempuan dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Sidang permohonan hak uji itu diawali dengan sidang pemeriksaan oleh hakim panel Mahkamah Konstitusi yang dipimpin HM. Laica Marzuki. Hakim Laica meminta para pemohon agar lebih cermat dalam menyusun permohonannya. Sebab, kata dia, Mahkamah sebelumnya pernah memeriksa permohonan hak uji terhadap undang-undang yang sama pada 28 Maret 2006. "Apa yang berbeda dari permohonan ini dengan yang sebelumnya?" ujarnya.
Sedangkan hakim anggota Maruarar Siahaan dan Soedarsono menasehati pemohon agar melengkapi permohonannya dengan bukti dan data yang akurat serta menjelaskan kaitan permohonan ini dengan Undang-Undang Dasar 1945. Walhasil pada akhir persidangan, majelis hakim konstitusi memberikan waktu selama 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya.
Rini Kustiani