-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

07 February 2007

SBY Minta Majikan TKI Ilegal Dihukum

Tempo Interaktif
7 Pebruari 2005

Bogor: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar pemerintah Malaysia bersikap adil dalam penanganan kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal. Menurut dia, jika pemerintah negara itu memutuskan merazia para pekerja ilegal, semestinya juga memberikan hukuman kepada para majikan yang mempekerjakan mereka.

"Mereka juga semestinya dianggap melakukan pelanggaran hukum dan tidak disiplin," kata Presiden Yudhoyono seusai dialog dengan petani di Desa Sukamanah, Jonggol, Bogor, Jawa Barat, kemarin.

Yudhoyono berpendapat, keberadaan tenaga kerja Indonesia yang tidak memiliki dokumen legal di Malaysia tidak lepas dari keberadaan para majikan di negara itu. Para pengusaha ini, kata Presiden, tahu bahwa pekerja mereka tidak memiliki surat lengkap.

Mereka, kata Yudhoyono, berdasarkan laporan yang masuk kepadanya, memilih mempekerjakan TKI ilegal karena dapat menekan biaya tenaga kerja. Majikan tersebut juga ada yang menahan gaji para TKI. Presiden mengaku menerima banyak masukan bahwa banyak TKI ilegal tak bisa pulang atau mengurus dokumen resmi karena tak punya uang. "Alasan mereka, gaji ditahan majikan," katanya.

Atas dasar itu, Presiden meminta Malaysia memberi sanksi kepada majikan seperti itu. Indonesia mempersilakan pemerintah Malaysia menindak TKI ilegal yang melanggar hukum, tapi sanksi yang fair juga harus diberikan kepada para majikan.

Pemerintah Indonesia, kata Yudhoyono, akan membicarakan persoalan TKI dengan pihak Kuala Lumpur dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Badawi. Mereka dijadwalkan bertemu di Kuala Lumpur pada 14 Februari. "Kami akan membicarakan sungguh-sungguh soal TKI ini," katanya.

Yudhoyono menegaskan, Indonesia tetap memegang tiga perjanjian dengan Malaysia untuk penanganan masalah TKI. Ketiganya dijadikan dasar memorandum of understanding tentang TKI yang akan ditandatangani pekan depan. Menurut Presiden, sebenarnya ketiga kesepakatan itu sudah disetujui kedua negara, hanya pelaksanaannya kurang tegas.

Ketiga perjanjian itu, kata Presiden, menyangkut penyelesaian TKI ilegal di Malaysia, dengan memberikan kesempatan kembali ke negara itu bagi yang sudah melegalisasi dokumennya; pelayanan satu atap dalam proses penempatan TKI di Malaysia; dan penegakan hukum yang seadil-adilnya, baik terhadap TKI ilegal maupun majikan mereka. "Saya berharap ketiga kesepakatan ini menjadi dasar penyelesaian permasalahan TKI ilegal," katanya.

Dari Malaysia, Datuk Azmi Khalid, Menteri Hal Ehwal Keselamatan Dalam Negeri Malaysia, mengaku akan menangkap dan menghukum majikan yang terbukti mempekerjakan pekerja ilegal. Menurut dia, majikan yang mempekerjakan lebih dari enam pekerja ilegal akan dikenai hukuman cambuk. Namun, "Bagi yang kurang dari enam orang, hanya akan dikenai hukuman penjara dan denda uang," katanya kepada Tempo di kantornya di Kuala Lumpur akhir pekan lalu.

Pernyataan senada disampaikan Kepala Imigrasi Pusat Putrajaya Datuk Ishak bin Mohammad. "Majikan yang nakal adalah penyebab utama banyak pendatang asing tanpa izin di Malaysia," ujarnya di Port Klang.

Menurut dia, selama operasi nasihat, TKI ilegal tidak akan ditangkap. Mereka hanya akan diperiksa dan data-data pribadinya diambil. "Kemudian akan dinasihati supaya pulang sebelum pemerintah memberlakukan operasi buru sergap."

Namun, pendapat kedua pejabat itu dibantah terpisah oleh Dr Irene Fernandez, Koordinator Tenaganita, LSM yang aktif membela kepentingan TKI ilegal di Malaysia. Menurut Irene, sangat sedikit majikan yang didenda karena kesalahan mempekerjakan TKI ilegal. Menurut dia, jika rasio satu majikan mempekerjakan 10 TKI ilegal, "Kalau 300 ribu TKI ilegal tertangkap, seharusnya ada 30 ribu majikan yang juga ditangkap dan didenda."

Irene mengaku, selama ini ia belum pernah mendengar ada 10 ribu majikan yang ditahan atau dipenjara karena mengabaikan tanggung jawab terhadap pekerjanya. Kalaupun ada, hanya beberapa orang. "Di sinilah timbul ketidakadilan pemerintah Malaysia dan ketidakbecusan pemerintah Indonesia melindungi warganya di luar negeri," katanya.

deffan purnama/th salengke