23 Mei 2007
Jakarta: Mantan Duta Besar RI di Malaysia Hadi A Wayarabi diperiksa KPK selama 5,5 jam. Hadi sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pungutan liar (pungli) terhadap dokumen keimigrasian di Kedubes RI yang merugikan negara Rp 41,68 miliar.
"Pemeriksaan ini masih konfirmasi saksi," elak kuasa hukum Hadi, Suharsyah M Idji di Gedung KPK, Jl Veteran III, Jakarta, Rabu (23/5/2007) ketika ditanyakan status kliennya.
Hadi yang diperiksa sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB menolak berkomentar ketika ditanyai wartawan. Menurut Suharsyah, kliennya akan menjalani pemeriksaan pada Kamis 24 Mei besok.
Namun Humas KPK Johan Budi SP yang dihubungi melalui telepon seluler oleh wartawan menyatakan, status Hadi yang menjabat Dubes RI untuk Malaysia periode 2000-2003 itu sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak pekan lalu.
"Pekan lalu sudah ditetapkan sebagai tersangka, tanggal pastinya saya tidak tahu," kata Johan.
Ditambahkan Johan, selain Hadi tersangka lain dalam kasus ini adalah Kasubdit Imigrasi Kedubes RI di Kuala Lumpur Arken Tarigan. "Mengenai penahanan itu kewenangan timpenyidik."
"Modusnya sama seperti yang di Konjen RI di Johor. Mereka membuat SK ganda. SK yang satu dengan tarif dibuat tinggi, yang satu lagi dibuat rendah. Sementara pemasukan yang disetorkan ke negara adalah dari pemasukan yang rendah," papar Johan.
Sebelumnya KPK pernah memeriksa Hadi pada 11 Januari 2006. Selain Hadi, mantan Dubes RI di Malaysia periode 1995-2000 Mayjen Purn TNI Jacob Dasto juga pernah diperiksa sebagai saksi.
Penyelidikan KPK terhadap dugaan praktek pungutan liar di KBRI Kuala Lumpur dan Konjen Penang berawal dari laporan badan pemberantasan raswah Malaysia tentang adanya aparat di dua instansi perwakilan Indonesia yang melakukan pungutan liar.
Modus yang dilakukan adalah menarik pungutan berlebihan kepada warga negara Indonesia yang ingin memperoleh pelayanan keimigrasian. Warga negara Indonesia yang paling banyak mengalami perlakuan tersebut adalah para tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Pada Oktober 2005, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) mulai mencium adanya transfer dana dalam jumlah tidak wajar dari pegawai negeri sipil di Konjen RI di Penang, Malaysia.
Departemen Luar Negeri juga telah mengirim tim dari Inspektorat Jenderal untuk menyelidiki kasus tersebut. Dugaan penyimpangan di Konjen Penang terhadap penerimaan bukan pajak yang diakibatkan praktek pungli adalah sebesar Rp 13,8 miliar. Selain di Penang, Itjen Deplu juga menemukan adanya peredaran uang dari hasil pungli sebesar Rp 27,8 miliar di KBRI Kuala Lumpur.
Nograhany Widhi K