6 Juni 2007
SEMARANG, KOMPAS – Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia(BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat menyatakan, saat ini terdapat sekitar 25.000 tenaga kerja Indonesia di Timur Tengah yang menghadapi masalah terkait status legalitas mereka bekerja di negeri orang. Secara bertahap, proses penyelesaian status TKI itu masih dilakukan agar keberadaan mereka dapat diterima legal oleh negara tempat mereka bekerja.
“Selama proses penyelesaian di negara yang bersangkutan bisa dilakukan, tidak mesti mereka dipulangkan lebih dulu. Mereka yang bermasalah itu biasanya akibat proses rekrutmen dan pengiriman dari awal yang salah dan ilegal,” kata Jumhur Hidayat, Rabu (6/6) pada temu wicara reformasi TKI di Semarang.
Jumhur Hidayat mengemukakan, penyelesaian masalah TKI jadi prioritas dan bagian dari amanat Inpres RI Nomor 6 Tahun 2006 tentang reformasi sistem penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Dari problem-problem yang dihadapi oleh TKI, seluruhnya merupakan refleksi dari persoalan proses awal yang tidak benar. Mulai dari pencarian calon TKI, pengiriman yang ilegal hingga tidak adanya perlindungan di negara tujuan. Ketentuan pelatihan calon TKI misalnya, tiap TKI yang siap diberangkatkan harusnya telah menjalani pelatihan dan memperoleh sertifikat sesuai dengan keahlian yang diperolehnya.
Diperkirakan, upaya lembaga pelatihan itu masih belum optimal memberikan pelatihan pada calon TKI. “Baru sekitar 30 persen dari kurang lebih 370 balai latihan kerja yang memberikan pelatihan calon TKI dengan baik,” kata Jumhur Hidayat.
Dia menyebutkan, selama periode Januari-April 2007 sebanyak 186.730 TKI yang diberangkat ke berbagai negara tujuan penempatan seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Singapura, Kuawit, Hongkong dan lainnya. Jumlah ini sekitar 27 persen dari total penempatan TKI selama tahun 2006 sebanyak 680.000 TKI...Winarto Herusansono