22 Juni 2007
SANGGAU, KOMPAS Ratusan anak dari tenaga kerja Indonesia di Malaysia tak mendapatkan akses pendidikan. Untuk mengatasinya, Pemerintah Indonesia berupaya menjalin kesepakatan dengan Pemerintah Malaysia agar bisa memperluas akses pendidikan kesetaraan di negeri jiran tersebut.
Direktur Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah Ella Yulaelawati, Kamis (21/6), menyatakan, ratusan anak tenaga kerja (TKI) di Malaysia tidak bisa mengenyam pendidikan di sekolah kebangsaan Malaysia. Selama ini mereka justru membantu orangtua bekerja di kebun sawit.
"Pemerintah peduli dengan persoalan ini sehingga berupaya membuat MOU (kesepakatan) dengan Pemerintah Malaysia agar bisa memperluas akses pendidikan kesetaraan bagi anak- anakTKI di Malaysia. Bentuknya bisa membuat sekolah, mendatangkan tutor (guru) untuk mengajar di kelompok-kelompok anak TKI, atau dengan pembelajaran jarak jauh berbasis TV edukasi," kata Ella.
Konsul Jenderal RI di Kuching, Bambang Prionggo, menambahkan, anak-anak TKI tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan di sekolah kebangsaan karena sekolah-sekolah itu disubsidi Pemerintah Malaysia untuk warga negaranya. Di sisi lain, anak-anak TKI tidak memiliki paspor dan sengaja disembunyikan orangtua mereka agar tidak perlu membayar pajak tinggal.
"Dengan pajak tinggal sebesar 360 ringgit per orang per tahun tentu cukup memberatkan bagi TKI yang pendapatannya memang paspasan," kata Bambang.
Dia memperkirakan jumlah anakanak TKI di Malaysia mencapai ratusan jiwa. Bambang menyarankan, rencana Depdiknas untuk membuka akses pendidikan kesetaraan lebih dulu difokuskan pada membaca, menulis, dan berhitung.
Menurut rencana, pendidikan kesetaraan di Malaysia juga akan menampung TKI yang ingin
mendapatkan ijazah kesetaraan. Perluasan akses pendidikan kesetaraan juga akan diupayakan di negara tujuan TKI lainnya, seperti Hongkong dan Arab Saudi. (WHY)