Sabtu, 07 Juli 2007
Peternak Boyolali Perpanjang Interval Pemerahan Susu
Bandar Lampung, Kompas - Kenaikan harga susu selama dua bulan terakhir mulai mengancam gizi anak balita dari keluarga tidak mampu di Lampung. Sejumlah orangtua di Kampung Rawa Kerawang, Bandar Lampung, terpaksa mengganti asupan susu bagi anak- anak mereka dengan air tajin atau air rebusan beras yang agak kental.
Menurut pantauan Kompas di Kampung Rawa Kerawang, Kelurahan Garuntang, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung, Jumat (6/7), banyak orangtua terpaksa hanya memberikan tajin bagi anak-anaknya. Mereka biasanya memang memberi tajin, tetapi hanya sesekali sebagai makanan tambahan saja.
Frekuensi pemberian tajin semakin meningkat sejak dua bulan terakhir. "Sekarang saya sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan susunya. Setiap saya menanak nasi pagi hari, sekalian memberi anak bungsu saya air tajin yang dicampur sedikit gula putih," kata Anita (29), warga RT 02, Lingkungan I, Kampung Kerawang, Kelurahan Garuntang.
Kenaikan harga susu formula kemasan kian membebani Anita dan suaminya, Saproni (40), yang bekerja sebagai buruh bongkar muat di Pelabuhan Panjang, Bandar Lampung, dengan penghasilan antara Rp 25.000 dan Rp 40.000 seminggu.
Ibu Yana (35), warga Kampung Rawa Kerawang, RT 01, Lingkungan I, mengatakan, ia juga sudah mulai memberikan air tajin kepada anaknya. Penghasilan suaminya yang bekerja di bengkel juga hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Cek Imas, pengelola Posyandu Teratai Kampung Rawa Kerawang, Garuntang, mengatakan, di Lingkungan I terdapat sedikitnya 100 bayi dan anak balita. Setiap kali pelayanan posyandu, bayi dan anak balita itu hanya mendapat pelayanan penimbangan dan pengukuran berat badan, tidak mendapat makanan tambahan. "Dana kami terbatas. Kami tidak sanggup memberikan makanan tambahan meski hanya bubur kacang hijau," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Lampung Wiwiek Ekameini mengatakan, saat ini Pemprov Lampung bersama dinas kesehatan tengah menghitung anggaran yang dibutuhkan untuk pengadaan susu gratis bagi bayi usia 6 bulan-1 tahun, bayi usia 1-5 tahun, dan ibu hamil. Sambil mengupayakan pendanaan dari APBD Perubahan 2007, dinas kesehatan akan memakai dana Rp 800 juta dari Departemen Kesehatan.
Interval pemerahan
Gabungan Koperasi Susu Indonesia Jawa Tengah dan DI Yogyakarta mulai Juli meminta peternak memperpanjang interval pemerahan sapi guna meningkatkan produksi susu. Ini sudah mulai dilakukan di dua KUD, yaitu Musuk dan Selo, Boyolali, Jateng, hingga mampu meningkatkan produksi 10-15 persen.
Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jateng dan DIY Srikuntjoro, Jumat, mengatakan, GKSI bersama dengan Industri Pengolahan Susu Indomilk sudah membentuk tim untuk mempelajari perilaku peternak dan menyosialisasikan perpanjangan interval pemerahan ini.
Para peternak umumnya memerah sapi dua kali sehari, yakni pukul 05.00 dan pukul 11.00. Ini dinilai belum mampu memaksimalkan produksi susu karena jarak antara pemerahan pertama dan kedua terlalu dekat. Idealnya, jarak pemerahan ini 11-13 jam. Pemerahan kedua dianjurkan pada pukul 16.00. "Hasilnya, ada kenaikan produksi 10 hingga 15 persen per hari," ujarnya.
Di Musuk, misalnya, dalam satu hari produksi yang biasanya 18.000-19.000 liter per hari setelah uji coba naik menjadi sekitar 21.000 liter per hari.
Srikuntjoro mengatakan, ini dilakukan untuk mengantisipasi permintaan susu dari industri yang cukup tinggi. Beberapa industri bahkan sanggup menerima berapa pun susu yang dikirimkan. GKSI menyalurkan susu ke Indomilk, Frisian Flag Indonesia, PT Sari Husada, dan Citra Nasional. Pasokan untuk Jateng dan DIY kini 120.000 liter per hari. Bila 24 KUD yang ada di Jateng dan DIY menerapkan hal ini, Srikuntjoro optimistis produksi bisa mencapai 130.000 liter per hari.
Tak terbeli
Kenaikan harga susu di Palembang, Sumatera Selatan, juga membuat para orangtua kelimpungan. Beberapa ibu rumah tangga di Kelurahan Keramasan, Kecamatan Kertapati, Palembang, Jumat, menuturkan, harga susu semakin tak terjangkau.
Rosita (24), warga RT 2 RW 8, mengatakan, karena tak sanggup membeli susu formula yang mahal, dia mengganti dengan susu kental manis yang lebih murah, yaitu Rp 6.500 per kaleng. "Harga susu yang mahal tak terbeli. Saya terpaksa mengganti susu bubuk dengan susu lainnya. Tetapi, anak saya malah muntah-muntah dan diare," keluh Rosita.
Hal serupa juga dirasakan Lis (20), warga Keramasan. Harga susu Bendera 123, susu yang biasa dikonsumsi anaknya, naik dari Rp 17.000 menjadi Rp 20.000 per kemasan (200 gram).
"Berat rasanya kalau harga susu melonjak seperti ini. Kami harus berpikir keras untuk menghemat uang belanja," ungkap Lis. (GAL/THT/HLN/LKT)