Rabu, 04 Juli 2007
Nasional
JAKARTA --- Ketua Umum Indonesia Employment Services Agency (INESA) Anton Sihombing menilai keputusan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) membekukan konsorsium Jasindo sebagai penjamin asuransi bagi TKI melampaui kewenangannya. Apalagi keputusan itu dilakukan tanpa koordinasi dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai pembuat kebijakan.
"Sanksi terhadap Jasindo seharusnya mengacu pada keputusan yang telah ditandatangani menteri," katanya kepada Tempo kemarin.
Anton mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja ke Luar Negeri dan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2006 tentang BNP2TKI, seharusnya kewenangan mencabut atau memberhentikan sementara konsorsium asuransi bukan berada pada BNP2TKI.
"Ini tidak jelas siapa yang regulator, siapa yang operator. Kalau tidak jelas begini, asosiasi akan menghentikan pengiriman TKI," ujarnya.
Pada 29 Juni 2007, Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat membekukan konsorsium Jasindo sebagai penjamin asuransi bagi TKI. Menurut Direktur Perlindungan TKI untuk Asia Pasifik BNP2TKI Ramiany Sinaga, pemberian sanksi tegas itu berdasarkan hasil pengamatan BNP2TKI ke beberapa negara penempatan di kawasan Asia Pasifik (Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan) baru-baru ini, dan disimpulkan bahwa Konsorsium Asuransi Jasindo belum menjalankan fungsinya secara optimal.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Harry Heriawan Saleh berpendapat senada dengan Anton. Ia mengibaratkan, jika polisi menerbitkan surat izin mengemudi, yang berhak mencabutnya juga polisi. "Bukan DLLAJ (Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan)," katanya.
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, kata Harry, sudah melakukan evaluasi dan memberikan waktu kepada Jasindo untuk melakukan perbaikan. Bila dari hasil evaluasi Jasindo dinilai sudah melakukan perbaikan, konsorsium diizinkan beroperasi. "Kalau ada perbaikan dari Jasindo, ya, sudah tidak masalah. Masih bisa berjalan lagi," katanya. Ninin Damayanti