05 Juli 2007
Keluarga TKI Wadul Dewan
JEMBER - Susi Susanti, bocah 10 tahun itu kemarin datang ke kantor DPRD Jember dengan membawa selembar kertas di dalam map bergambar ibunya, Sumiati. Di bawah gambar ibunya ada tulisan Pahlawan Devisa. Bersama beberapa keluarga TKI yang lain, dia datang dari Desa Sumberjati, Silo, mengadukan nasib ibunya ke wakil rakyat.
Susi datang bersama neneknya yang sudah renta. Dia ingin memeluk kembali ibunya yang tak pernah ditemuinya lagi sejak dua tahun silam. Bocah polos itu mengaku minta bantuan pemerintah agar ibunya segera pulang. "Ibu, kapan pulang?" gumamnya lirih, ketika para wartawan mengambil gambar dirinya.
Para keluarga TKI dan TKI itu datang dengan didampingi aktivis Gerakan Buruh Migran Indonesia (GBMI) Jember. Keluarga TKI dan TKI itu mengadukan berbagai masalah yang dihadapi para TKI asal Jember di luar negeri. Keluarga TKI dan TKI itu mendapat kesempatan testimoni di hadapan anggota Komisi D DPRD Jember dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jember Moch Thamrin.
Di antara mereka ada Satonah, ibunda Khodijah, warga Desa Kemiri, Panti, yang menghilang sejak 2003 dan hingga kini tak diketahui keberadaannya. Lalu ada Titik Sunjani, warga Dusun Watu Kebo, Andongsari, Ambulu, yang nyaris terjerumus menjadi penari tak pantas di Arab Saudi.
Kemudian ada Siti Kholifah, adik Nur Fadillah, TKI asal Bondowoso yang berangkat dari Jember pada 1999 dan kini nasibnya tak diketahui pasti. Ada pula Dwi Mardiyah, mantan TKI asal Desa Karangsemanding, Bangsalsari yang sempat dihukum cambuk dan dipenjara di Arab Saudi
Tak ketinggalan Bajuri, suami Susiani, TKI asal Kalisat yang dikabarkan meninggal dunia di Brunei Darussalam. Penyebab kematian Susiani simpang siur. Ada yang menyebutkan terjatuh dari lantai 24, ada pula yang menyebutkan jatuh dari lantai 2. Serta Samiati Ningsih, calon TKI asal Puger Kulon yang mengalami siksaan di penampungan di Medan.
Ketua GBMI Jember M. Cholily mengatakan, jumlah kasus TKI yang menghadapi masalah di dalam dan luar negeri meningkat tajam. Jika pada 2006 hanya 16 kasus, pada 2007 sudah 387 kasus. "Mulai dari kekerasan fisik, psikis, ancaman pembunuhan, hingga korban trafficking (perdagangan manusia)," paparnya.
Dia minta agar DPRD Jember menerbitkan Perda Perlindungan Buruh Migran asal Jember. Lalu minta disnakertrans serius menangani masalah TKI asal Jember di luar negeri secara serius. Apalagi saat ini sedang dilakukan deportasi besar-besaran bagi TKI undocumented (tak berdokumen alias ilegal) ke tanah air.
Atas maraknya TKI yang mengalami masalah di luar negeri, Cholily minta disnakertrans mem-black list Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang mokong serta minta polisi untuk proaktif untuk menindak tekong (calo TKI).
Menanggapi desakan ini, Misbahus Salam, anggota komisi D juga minta disnakertrans jangan hanya menyalahkan TKI ilegal. Disnakertrans harus proaktif melindungi TKI asal Jember yang kesandung masalah. "Kalau tidak ada anggaran, ajukan ke dewan," pintanya.
Hal senada disampaikan Sanusi Muhtar Fadillah, anggota komisi D yang lain. Dia minta agar disnakertrans tidak membeda-bedakan TKI legal dan ilegal. "Jangan ada dikotomi TKI resmi dan tidak resmi. Pokoknya semua warga Jember, siapa pun dia, harus dilindungi," tegasnya.
Persoalan TKI, diakui Thamrin, cukup pelik. "Jangankan seorang Thamrin, Pak Jumhur Hidayat (ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, BNP2TKI, Red) saja kesulitan. Saya siap dipecat untuk ini," tegasnya.
Khusus terhadap TKI asal Jember yang kesandung masalah di Jember, Thamrin mengaku, pihaknya sudah berkoordinasi dengan P2TKI Jatim, BNP2TKI, dan kedubes negara tempat TKI bekerja. Dia juga sudah melaporkan hal ini ke Bupati MZA Djalal. "Dan terhadap TKI yang dideportasi dari luar negeri, Pak Bupati menyiapkan instruksi untuk memberikan pelayanan kesahatan dan psikis gratis terhadap TKI yang dideportasi. Semoga suratnya segera ditandatangani," ungkapnya. (har)