-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

06 July 2007

KESEHATAN: Atasi Dampak Kenaikan Harga Susu

Kompas
Jumat, 06 Juli 2007

Jakarta - Masyarakat di berbagai daerah di Tanah Air diimbau tidak panik dengan kenaikan harga susu di tingkat konsumen, khususnya susu formula. Sebab, kebutuhan gizi anak di bawah usia lima tahun bisa dipenuhi melalui pemberian air susu ibu dan makanan pendamping air susu ibu.

"Meningkatnya harga susu formula seharusnya membuat masyarakat kembali menyusui bayi dengan air susu ibu (ASI). Sebab, ASI merupakan nutrisi terbaik bagi bayi. Kandungan lemak, karbohidrat, zat gizi lain, terutama zat antibodi, dalam ASI tidak akan diperoleh dalam susu formula mana pun," kata Wakil Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Rahmah Housniati, Kamis (5/7) di Jakarta.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), cakupan ASI eksklusif enam bulan menurun dari 42,5 persen (1997) menjadi 39,5 persen (2002). Sementara penggunaan susu formula justru meningkat lebih dari tiga kali lipat selama lima tahun dari 10,8 persen (1997) menjadi 32,5 persen (2002).

Di tempat terpisah, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, pemerintah akan memasok makanan pendamping (MP) ASI berupa biskuit dan bubuk ke seluruh pos pelayanan terpadu di Indonesia. Persediaan penyangga MP-ASI di tiap provinsi akan dibagikan kepada keluarga miskin.

Pemerintah berencana melancarkan operasi pasar terkait harga susu dan sedang mempertimbangkan kemungkinan mendirikan pabrik susu. "Pemerintah tidak perlu punya satu badan usaha dagang. Kalau punya pabrik, bukan berupa perseroan terbatas (PT), tetapi berbentuk badan layanan umum," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie.

Direktur Bina Gizi Masyarakat Ina Hernawati menuturkan, kenaikan harga susu seharusnya tidak menimbulkan kepanikan masyarakat. Sebab, bayi usia nol hingga enam bulan idealnya mendapat ASI secara eksklusif. Usia 6-24 bulan, bayi tetap diberi ASI ditambah MP-ASI. "Setelah dua tahun, balita dapat diperkenalkan dengan makanan keluarga bergizi seimbang," ujarnya.

Departemen Kesehatan memutuskan tidak menyediakan susu murah, tetapi mengirim sekitar 5.000 ton biskuit dan ribuan ton MP-ASI bubuk ke Dinas Kesehatan kabupaten/kota di seluruh provinsi sejak Kamis (5/7). Bantuan didistribusikan ke posyandu.

"Kami akan membuat surat edaran ke dinkes provinsi untuk menggunakan persediaan penyangga (buffer stock) MP-ASI yang ada," tambahnya. Di wilayah DKI Jakarta, Depkes mengirim 87 ton MP-ASI dan 180 ton biskuit ke 3.673 posyandu.

Guru besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor Prof Ali Khomsan menyatakan, masyarakat dapat beralih ke susu UHT (ultra high temperature) dan susu sapi segar. "Apalagi untuk anak di atas usia satu tahun sudah dapat minum susu sapi segar yang lebih murah daripada susu UHT," ujarnya. (LOK/EVY)