Rabu, 29/11/2006
SEMARANG (SINDO) – Partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran negara baik di daerah maupun pusat sejak proses perencanaan hingga penetapan anggaran, merupakan sesuatu yang sangat penting.
Pasalnya, anggaran yang dialokasikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun dalam praktiknya, keterlibatan masyarakat dalam penyusunan anggaran belum bisa maksimal. ”Dalam hal ini ada dua kemungkinan. Pertama, karena informasi tidak disampaikan kepada masyarakat, atau karena masyarakat sudah melihat DPRD hanya sekadar dobol-dobolan (bohong- bohongan) saja, sehingga mereka enggan memberikan masukan,” ujar Ketua Komisi E DPRD Jateng Iqbal Wibisono, saat menjadi pembicara dalam seminar ”RUU Perencanaan Anggaran Negara dan Partisipasi Masyarakat” yang diselenggarakan Koalisi untuk Perencanaan Penganggaran Partisipatif (Kuppas) dan Kalam Institut Semarang, kemarin.
Misbahul Hasan, dari Koalisi untuk Perencanaan Penganggaran Partisipatif (KUPPAS) Jakarta mengungkapkan, UU No 25/ 2005 sebenarnya sudah mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran. Namun, dalam masalah ini ada keterputusan ketika dalam pembahasan keuangan negara (penganggaran), masyarakat tidak lagi dilibatkan. ”Ini sudah menjadi domain lain antara legislatif dan eksekutif, sehingga masyarakat bosan dengan tindakan seperti itu. Karena legislatif dan eksekutif juga tidak menyampaikannya ke masyarakat,” terangnya. (khusnul huda)