21 Agustus 2007
JAKARTA (Pos Kota) - Menjamurnya tempat tinggal di lahan kosong kosong jalan tol lantaran ada permainan oknum aparat terkait. Sebagian kolong jalan tol yang berubah menjadi permukiman, karena dibisniskan oknum bersangkutan.
Harga lahan kosong untuk sebuah lapak dijual antara Rp 2 juta sampai dengan Rp 3 juta. Karuan saja, saat keberadaan permukiman warga di kolong tol akan dibersihkan, karena dianggap berbahaya sulit bukan main.
Bukan itu saja, lahan kosong di kolong jalan tol juga banyak disewakan oleh oknum aparat. Pendek kata, kolong jalan tol adalah lahan basah untuk mempertebal kantong oknum aparat. Pasalnya, warga yang minat tinggal di sana juga seabrek-abrek.
"Sewa rumah di sini ukuran sedang rata-rata sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu/bulan," kata Ahmad Sanjaya, penghuni kolong tol di Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (20/8).
Sedangkan untuk lapak berupa lahan kosong untuk penempatan barang-barang yang biasanya berukuran lebih besar harga sewanya berkisar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per tahun. Uang sewa dibayar kepada centeng-centeng yang ada di sekitar lokasi atas perintah oknum aparat.
Peminat yang ingin mengontrak di lokasi itu, sangat banyak. Makanya bagi mereka yang menguasai beberapa lapak atau bangunan, setiap bulannya pemasukkannya terus mengalir.
Tingginya warga meminati menghuni kawasan kolong tol lantaran fasilitas yang ada di lokasi itu cukup bagus. Aliran listrik dan air cukup terjamin, sehingga mereka tidak perlu terlalu bingung memikirkan kebutuhan hidup sehari-hari.
Sulastyo, Manajer Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang, ketika dihubungi mengaku pihaknya tidak pernah mengizinkan sambungan listrik ke kolong tol. Katanya, mereka melakukan penyambungan secara liar.
Ada sekitar 1.500 pengguna listrik kolong tol hanya 60 yang tercatat sebagai pelanggan PLN. Tentu saja kondisi ini sangat membuat rugi pihak PLN.
Sulastyo mengaku sudah beberapa kali melakukan penertiban tapi tidak lama kemudian penyambungan liar marak kembali. Hal ini antara lain akibat adanya sejumlah oknum yang membekingi penyambungan liar tersebut.
SEJAK 1998
Menjamurnya bangunan liar di kolong tol secara besar-besaran di mulai sekitar 1998, tepatnya saat Indonesia dilanda krisis moneter yang sangat parah. Saat itu dengan alasan kemanusiaan Menkimpraswil Erna Witoelar pada 2002 mengizinkan sejumlah warga untuk memanfaatkan lokasi tersebut.
Izin tinggal di lokasi itu hanya berlaku selama dua tahun. Selama waktu itu, Depkimpraswil akan membina mereka dengan bantuan LSM Palapa sehingga diharapkan setelah dua tahun mereka menjadi mandiri dan bisa tinggal di lokasi lain yang lebih layak.
Tetapi apa yang terjadi setelah dua tahun berlalu. Ternyata penghuni yang diizinkan tinggal bukan menjadi mandiri. Malah di lokasi tersebut jumlahnya semakin membludak, sehingga saat ini jumlahnya diperkirakan mencapai 3 ribu KK atau 10 ribu jiwa.
Setelah jumlah mereka semakin tidak terkendali ada kesan di masyarakat antara pihak Dep. PU dan Pemda DKI saling lempar tanggung jawab dalam menanganinya.
"Lahan itu milik Departemen PU, jadi tidak mungkin kami menggunakan anggaran untuk menanganinya," kata HM Effendi Anas, Walikota Jakarta Utara.
Tjindra Parma Wignyo Prayitno, Kepala Biro Hukum Departemen Pekerjaan Umum, mengatakan sejak dua tahun lalu pihaknya telah mencabut izin pemanfaatan kolong tol. Pencabutan oleh Menteri PU terhitung sejak Oktober 2006.
Selanjutnya penghuni diminta untuk segera meninggalkan lokasi tersebut. Pengosongan lahan akan dilakukan oleh Pemda DKI.
Para penghuninya yang ber-KTP DKI akan ditampung di sejumlah rusun sederhana sewa (Rusunawa) seperti Rusun Marunda, Tipar Cakung, Kapuk Muara, atau Parung Panjang.
Menteri PU Djoko Kirmanto menegaskan setelah dikosongkan rencananya lahan akan digunakan untuk berbagai kepentingan. Tetapi yang paling banyak adalah untuk penghijauan serta sarana bermain atau olah raga bagi warga sekitarnya.
SEWA RUSUN DISKON
Gubernur Sutiyoso mengatakan para penghuni kolong tol yang akan tinggal di rusun tarif sewanya akan didiskon sebesar 90 persen. Misalnya, sewa rusun Rp 300 ribu/bulan untuk warga biasa, tetapi bagi mereka hanya akan membayarnya Rp 30 ribu.
Khusus warga kolong tol yang menjadi korban kebakaran proses pemindahannya diserahkan kepada walikota setempat. "Nanti Walikota Jakarta Utara yang akan berkoordinasi dengan instansi terkait," kata Sutiyoso.
Sementara itu, puluhan warga kolong tol yang menjadi korban kebakaran kemarin mendatangi Kantor Walikota Jakarta Utara di Jalan Yos Sudarso. Mereka ingin menyampaikan berbagai persoalan yang masih mengganjal.
Hadi, penghuni kolong tol, menjelaskan kedatangannya ingin memastikan apakah mereka yang ber-KTP DKI benar-benar akan ditampung di rusun. Selain itu ada sejumlah warga lainnya yang minta agar pembongkaran ditunda hingga sesudah Lebaran.
Namun walikota menegaskan pembongkaran akan tetap dilakukan pada 28 Agustus 2007 mendatang dan tidak mungkin ditunda. Dia hanya meminta warga untuk bersiap-siap meninggalkan lokasi.
"Bagi yang ber-KTP DKI telah kami siapkan 1.200 unit rusun di Tipar Cakung dan Marunda," kata walikota. "Sedangkan yang ber-KTP daerah lain akan dipulangkan dengan diberi uang kerohiman".
Setelah bertemu dengan walikota, mereka langsung diberi kesempatan meninjau lokasi rusun yang dijanjikan. Dengan menggunakan bis milik kantor walikota mereka akhirnya menuju ke lokasi rusun yang dijanjikan.
SERBU KECAMATAN
Di tempat terpisah, ratusan warga kolong tol lainnya kemarin pagi sempat menyerbu Kantor Kecamatan Penjaringan. Kedatangan mereka bermaksud meminta kembali formulir pendataan warga yang sebelumnya sempat diedarkan.
"Kami takut formulir itu akan disalahgunakan oleh pihak kecamatan," kata Fadilah salah seorang warga yang mendatangi kantor kecamatan.
Semula mereka akan masuk ke kantor kecamatan untuk merebut kembali 308 formulir tersebut. Hanya saja, akibat dihalangi oleh anggota tramtib kecamatan akhirnya mereka mengurugkan niatnya.
Sebagai ungkapan rasa kecewa mereka yang tidak bisa masuk ke kantor kecamatan akhirnya melemparkan sejumlah botol air mineral ke kantor kecamatan.
(tim pk).