-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

31 January 2008

Jumhur Hidayat: Indonesia Jadi Benchmark Gaji Minimum

Gatra, Kamis, 31 Januari 2008

Para TKI Mengurus Paspor & Berbagai Dokumen di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia (GATRA/Miranti S Hirschmann)Bertahun-tahun "menekuni" masalah buruh membuat Jumhur Hidayat fasih melafazkan problematika tenaga kerja Indonesia (TKI). Kini sudah 10 bulan Jumhur menyandang jabatan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Bagaimana hasilnya? Berikut perbincangan wartawan Gatra Hendri Firzani dengan Jumhur, yang pada juga menjadi Ketua Umum Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia.

Sejauh mana pembahasan soal TKI dengan Malaysia?
Secara umum, pemerintahan Perdana Menteri Abdullah Badawi sangat concern. Mereka mengaku prihatin atas kasus-kasus kekerasan terhadap TKI. Hanya saja, karena terkait masalah hukum, Pemerintah Malaysia mengaku tidak bisa campur tangan. Tapi kita tetap meminta dan mendesak agar ada kepastian hukum.

Anda punya usul mandatory consular notification (MCN). Bagaimana nasibnya?
Pemerintah Malaysia sudah setuju. Tapi mereka masih mempelajari teknis pelaksanaannya. Bisa dimaklumi, karena jumlah WNI di Malaysia ada 3 juta orang. Maksud adanya MCN, bagi setiap orang yang mendapat masalah hukum di negara tersebut, Pemerintah Malaysia wajib melaporkannya segera kepada kantor perwakilan Indonesia.

Bagaimana pemerintah mengawasi aktivitas TKI?
BNP2TKI sedang mendiskusikan dengan Malaysia untuk membentuk lembaga monitoring. Lembaga itu akan berfungsi layaknya call center. Pengawasan TKI akan dilakukan dengan menelepon, mendata, dan melakukan konseling. Konsepnya sedang kami susun. Jika berjalan, saya yakin bisa mengurangi kasus-kasus kekerasan terhadap TKI.

Di Malaysia, melalui Departemen Luar Negeri, sejumlah perubahan sudah dilakukan. Antara lain dalam pengurusan dokumen, dulu bisa mencapai 41 hari, tapi diperbaiki hingga 16 hari, sekarang cuma butuh tiga jam. Begitu juga ruang pelayanan, dulu antre dan berpanas-panas, sekarang di ruang ber-AC.

Soal gaji, Filipina bisa menetapkan gaji minimal buat tenaga kerjanya, kok Indonesia belum?
Saya rasa, bukan seperti itu. Malaysia tidak mengenal upah minimum. Adapun untuk Filipina, gajinya ditentukan oleh Pemerintah Filipina. Jadi, buat mereka yang hendak ke luar negeri, pemerintah menetapkan gaji minimum. Jika tidak, mereka tidak dapat ke luar negeri. Nah, itu kita lakukan di Timur Tengah. BNP2TKI berhasil menaikkan upah minimum TKI hingga 33%. Padahal, sudah bertahun-tahun tidak pernah naik.

Sekarang upah TKI minimal 800 riyal atau lebih dari Rp 2 juta per bulan. Sebelumnya hanya 600 riyal. Dan terbukti, permintaan TKI tak berkurang. Begitu pula di Singapura, kita naikkan 25%, dari S$ 280 menjadi S$ 350 per bulan. Ini luar biasa. Sepanjang sejarah Indonesia, baru kali ini kita bisa menetapkan gaji minimum bagi TKI di luar negeri. Bahkan negara lain menjadikan Indonesia sebagai benchmark.

Apa peran perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI). Kesannya, mereka fire and forget, mengirim TKI tapi soal perlindungan tidak bertanggung jawab?
Itu sebabnya, kami membangun lembaga pengawasan. Di Arab Saudi akan ditetapkan tambahan pelayanan dan perlindungan bagi TKI. Mulai 1 Maret 2008, setiap TKI yang dikirim ke Arab Saudi dan juga seluruh kawasan Timur Tengah diwajibkan menjadi anggota salah satu kantor pengacara yang ditunjuk. Jadi, user akan memperhitungkan betul tindakannya pada TKI.

Itu berarti lagi-lagi peran pemerintah. PJTKI bagaimana?
Memang, tapi agennya akan kami minta tanggung jawab untuk melakukan monitoring. Agen-agen di Malaysia bahkan mengaku sudah siap. Mereka malah berinisiatif akan mewajibkan user membawa TKI ke kantor agensi atau ke konsuler sebulan sekali. Namun lalu kami bilang, nggak usah, biar pemerintah yang mengawasi, tapi agen akan kami charge. Charge itu akan digunakan untuk membiayai operasional kantor pengawasan yang isinya ada lawyer, psikolog, dan call operator yang akan memantau seluruh TKI kita.

Bagaimana dengan kualitas TKI kita?
Tahun ini, kami menyebutnya sebagai tahun kualitas atau tahun formal. Dua pekan lalu, saya mengumumkan rating balai latihan kerja (BLK). Dari 181 BLK yang ada, saya hentikan 86 buah atau 42%. Mereka tidak boleh beroperasi hingga memperbaiki kualitas pelatihan dan sarana-prasarana BLK. Kami juga akan membuat bursa-bursa kerja hingga kecamatan untuk mengurangi peran calo yang kerap merugikan.

[Nasional, Gatra Nomor 12 Beredar Kamis, 31 Januari 2008]