-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

14 February 2008

Ibu Rumah Tangga di Banten Kurangi Jatah Makan

Akibat Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Ibu Rumah Tangga di Banten Kurangi Jatah Makan  

Oleh
Iman Nur Rosyadi

Serang-Sebagian besar ibu rumah tangga di Banten mengaku mengurangi jatah makan bagi keluarganya akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang dinilai sulit dijangkau oleh kondisi keuangannya.

Pengurangan itu antara lain dalam sehari makan hanya dua kali dan lauk-pauknya dibatasi setiap anggota keluarga.

"Sarapan berupa nasi dan lauk-pauk terpaksa kami hilangkan. Kami ganti dengan mi instan yang harganya Rp 1.200 per bungkus," kata Surtini, ibu rumah tangga di Cipare, Kota Serang, Jumat (8/2).

Konsumsi telur ayam yang biasanya satu orang mendapatkan jatah 1 telur, kini 1 telur untuk 2-3 anggota keluarga. Keluarga Surtini terdiri dari suaminya dan empat anaknya. Tindakan Surtini yang bersuamikan seorang pekerja pabrik di Cikande, Kabupaten Serang ini dilakukan dalam waktu empat bulan terakhir, setelah harga kebutuhan pokok, terutama beras terus mengalami kenaikan.

"Bayangkan, beras IR 64 yang dulu bisa dibeli dengan harga Rp 3.500 per kg terus naik. Kemarin, saya membeli Rp 7.600 per kg. Waduh, bagaimana saya mengatur gaji suami saya," katanya.

Upah suaminya sebagai pekerja pabrik diterima sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Untuk keperluan dapur dan ongkos anak sekolah, paling tidak Surtini harus membelanjakan uang Rp 50.000-60.000, berarti pengeluaran sebulan mencapai Rp 1,5-1,8 juta "Pantas keluarga saya kelabakan ketika harus bayar listrik, beli buku sekolah, bayar uang her registrasi sekolah dan sebagainya. Uang tabungan sudah habis dan sekarang tak bisa menabung lagi," tambahnya.

Hal yang sama dialami Ny Muharam yang tinggal di Perumahan Citra Gading, Kota Serang. Dia kebingungan ketika membeli bawang merah Rp 2.000 hanya mendapatkan 2-3 buah. Hal serupa ketika membeli bawang putih. Harga cabai merah sudah mencapai Rp 23.000 per kg, minyak goreng curah Rp 12.000 per kg. "Gaji suami saya cuma Rp 850.000 per bulan. Maklum, buruh pabrik Pak," katanya.

Sejumlah pedagang di Pasar Rawu, Kota Serang mengemukakan, pembelian harga kebutuhan pokok memang sudah naik. "Enggak tahu kenapa Pak, bisa jadi di daerah-daerah lain mengalami banjir sehingga bawang, cabai, dan lain-lain sulit didapatkan, jadi harganya naik," kata Embad, pedagang sayuran di Pasar Rawu.

Pengemis
Bersamaan dengan melambungnya harga kebutuhan pokok, pengemis di Kota Serang semakin merajalela. Pengemis yang semula hanya mangkal di sekitar perempatan atau lampu lalu lintas kini mendatangi rumah ke rumah, terutama lingkungan perumahan yang dibangun dengan fasilitas KPR. Setiap satu rumah bisa didatangi 3-4 kali pengemis yang berlainan.

"Kule sing Cilowong Pak. Kule ne terpaksa jeh. Engku wargi kule ore mangan. Sampun nape-nape kule babariman, napik wargi kelaparan (Saya dari Cilowong Pak. Saya terpaksa mengemis karena keluarga saya sering tidak makan. Tidak apa-apa, saya mengemis asal keluarga jangan kelaparan," kata Ipah yang ditemui saat mengemis di Kompleks KPN Serang.

Ipah dan dua wanita yang diperkirakan berumur 35-an tahun mengaku sebelumnya berkerja sebagai pembuat kasur dari bahan kapuk. Namun order pembuatan kasur itu semakin sepi. "Mau jadi buruh tani, sawah-sawah kan sudah tidak ada di sini," katanya seraya menyebutkan suaminya berkerja serabutan mulai dari tukang becak, buruh bangunan, dan lain-lainnya.

Menurut pengamatan, jumlah pengemis di setiap perempatan jalan atau lampu merah pun semakin banyak. Pengemis tidak hanya wanita dan lelaki dewasa, tetapi anak-anak.
Misalnya, di perempatan Pisang Emas, setidaknya ditemukan 6-8 pasang pengemis. Mereka berbaur dengan pengamen jalanan yang menggunakan alat musik seperti gitar, okulele, botol air mineral, atau sekadar kecrekan, yakni tutup botol seng yang dipaku menjadi satu. n
 


Never miss a thing. Make Yahoo your homepage.