KUALA LUMPUR -- Kedutaan Besar Republik Indnesia (KBRI) Malaysia, meminta Mabes Polri mengintensifkan pengusutan kasus asuransi yang hampir tidak pernah memberikan santunan kepada tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bermasalah di luar negeri. Para TKI itu pun tidak memegang Kartu Peserta Asuransi (KPA) untuk syarat klaim santunan.
''Kita sudah meminta agar Mabes Polri mengusut persoalan asuransi ini dan sudah mulai diperiksa,'' ungkap Senior Laison Officer Polri di KBRI Malaysia, Kombes Setyo Wasisto, di Kuala Lumpur, pekan lalu.
Sesuai ketentuan pemerintah, TKI yang bekerja di luar negeri dilindungi asuransi. Tapi dalam praktiknya, menurut Setyo, ketika TKI menghadapi masalah justru KBRI yang tunggang-langgang mengurusi mereka. ''Mulai dari biaya tinggal hingga pemulangan, KBRI yang mengeluarkan biaya dari anggaran negara,'' katanya.
Pihak asuransi selalu beralasan bahwa PPTKIS (perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia swasta) belum mengajukan klaim. ''Oke, mereka beralasan seperti itu. Tapi harus diingat, sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja, konsorsium asuransi juga harus membuat penampungan dan memulangkan mereka ke Indonesia. Kewajiban ini tidak dilaksanakan,'' ujar dia.
Lima konsorsium
Dalam hal asuransi, pemerintah menunjuk lima konsorsium, yaitu PT Asuransi Jasindo, PT Asuransi Bangun Askrida, PT Asuransi Ramayana, PT Umum Mega, dan PT Asuransi Adira Dinamika. Setiap konsorsium membawahi paling tidak lima perusahaan asuransi. Besaran asuransi per TKI adalah Rp 400 ribu. Dengan perincian, prapenempatan Rp 50 ribu, selama masa kerja Rp 300 ribu, dan pascakerja Rp 50 ribu.
Urusan asuransi itu diatur dalam Permenakertrans No 27/2003 yang diperbarui dengan Permenakertrans No 20/2007. Isinya menyebut ketentuan bahwa semua calon TKI harus diasuransikan.
Sesuai prosedur, setiap PPTKIS sudah memungut bayaran Rp 400 ribu dari masing-masing TKI. Uang itu selanjutnya dibayarkan ke konsorsium. Setiap TKI yang diberangkatkan harusnya sudah memegang KPA untuk mengantisipasi jika ada permasalahan. Tapi dalam praktiknya kartu KPA justru dipegang PPTKIS.
''Selama saya dinas di sini sejak 2005, tidak pernah ada TKI bermasalah di-cover asuransi,'' ungkap Setyo. Setyo belum tahu angka pasti uang asuransi yang sudah dibayarkan. Yang jelas, jumlah TKI di Malaysia minimal 1,2 juta orang. Dengan demikian, uang asuransi TKI yang bekerja di negeri jiran itu mencapai Rp 480 miliar.
Jika dalam pengusutan Mabes Polri nanti ternyata konsorsium asuransi sudah membayar ke PPTKIS tapi tidak dibayarkan ke TKI, maka hal itu adalah penggelapan oleh PPTKIS. Namun kalau konsorsium yang tidak membayar, maka masuk kategori penipuan. ''Kita baru selidiki semua karena ini perintah presiden,'' tandasnya.
Semua brengsek
Consular Affair KBRI Malaysia, Susapto Anggoro, menambahkan, rata-rata TKI yang bermasalah datang ke KBRI tiga orang per hari. Mereka mengadukan permasalahan mulai dari kasus gaji tidak dibayar sampai mengalami kekerasan majikan.
''Dalam prakteknya kita yang harus menanggung biaya mereka selama menyelesaikan perkara dan memulangkan ke Indonesia. Tidak ada pihak asuransi yang ikut mendanai,'' tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia TKI (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, menyatakan, semua asuransi TKI memang 'brengsek'. Mereka tidak memenuhi syarat dan tidak serius melindungi TKI.
''Semua konsorsium asuransi TKI tidak memiliki perwakilan di luar negeri dan tidak membuka shelter (penampungan sementara) di negara tujuan penempatan TKI,'' kata Jumhur.
Ia juga memiliki data banyak TKI yang tidak dibayar klaim (santunan). ''Sebagian TKI enggan mengajukan klaim karena prosesnya rumit. Ada juga yang enggan karena sudah terlanjur pulang kampung dan repot jika harus mengurus asuransi ke Jakarta. Mestinya pihak asuransi jemput bola melayani mereka,'' kata Jumhur.
( dwo/zam )