-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

03 March 2008

Pemerintah Harus Lindungi TKI di Macau

Suara Merdeka, 3/3/2008

Hong Kong, CyberNews. Minggu (2/3) bertempat di gedung Pastoral Youth, Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Macau menggelar Forum Buruh Migran Indonesia. Forum BMI yang pertama kali diadakan di Macau ini, adalah sebagai bagian dari kampanye ATKI terhadap persoalan-persoalan yang dialami BMI di Macau, sekaligus sebagai ajang mengupas pengalaman antar BMI tentang persoalan-persoalan yang mereka alami selama bekerja di Macau.

Juru bicara ATKI, Erick mengatakan dalam forum ini juga diadakan sosialiasi terhadap hak-hak buruh migran yang diakui oleh hukum perburuhan Macau. Dalam forum tersebut, Ade Ahmad dari Asia Pacific Mission for Migrant (APMM) yang diundang sebagai pembicara menyatakan bahwa praktek potongan gaji di Macau bahkan lebih parah dibanding di Hong Kong.

"Rata-rata TKI di Macau dikenakan potongan gaji antara 7–9 bulan. Potongan gaji ini dikenakan terutama kepada TKI yang dikirim langsung dari Indonesia. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia, karena praktek overcharging tersebut semakin marak setelah di tetapkannya job order untuk Macau oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2007," jelas Erick dalam siaran pers, Senin (3/3).

Hal ini kata dia menunjukan, pemerintah Indonesia, hanya ingin mengeruk keuntungan dari TKI, baik melalui uang kiriman TKI maupun pendapatan lainnya, tanpa memikirkan perlindungan dan kesejahteraan TKI tersebut.

Sedangkan Lina, ketua Migrante Macau mengatakan walupun masih sangat minim, sebenarnya hukum perburuhan di Macau telah mengatur tentang hak-hak TKI, seperti besaran gaji, libur mingguan, jam kerja, akomodasi dan hak atas biaya pemulangan buruh migran, namun biasanya, agensi yang mengirim buruh migran kesini, tidak menyampaikan informasi tersebut kepada buruh migrannya. "Sayangnya, pemerintah Indonesia juga tidak berbuat apa-apa untuk itu,” ujarnya.

“Di Macau, ada sekitar 7.000 sampai 8.000 TKI, mayoritas dari mereka adalah berasal dari TKI yang menjadi korban agency di Hong Kong. Mereka memilih pergi ke Macau biasanya karena belum siap pulang ke Indonesia karena alasan ekonomi dan juga karena memang dikirim oleh agensi di Hong Kong,” ungkap Erik.

Erik menambahkan sikap pemerintah Indonesia terhadap TKI di Macau sangat buruk, bahkan salah seorang staff KJRI dalam sebuah forum di Macau mengatakan bahwa, TKI di Macau adalah orang-orang yang sudah tidak laku di jual di Hong Kong. Ungkapan ini menunjukan bahwa TKI bagi mereka adalah barang dagangan bukan warga negara yang patut di lindungi.

“Kita sudah melakukan berkali-kali kampanye terhadap peningkatan pelayanan pemerintah Indonesia terhadap BMI di Macau, yang menghasilkan dibukanya kantor pelayanan KJRI Hong Kong di Macau. Namun bila sebelumnya mereka menjanjikan kantor itu akan melayani BMI Macau setiap hari Sabtu dan Minggu, kenyataannya sekarang kantor itu hanya melayani BMI pada hari minggu, itupun cuma 2 jam pelayanan, untuk itu, kita akan meningkatkan kampanye kita kepada pemerintah Indonesia untuk peningkatan pelayan bagi BMI di Macau,” demikian Erik.

(Imam M Djuki /CN05)