"Ini jelas makin memperparah program penempatan TKI secara prosedural," kata Yunus di Jakarta, Senin (24/3).
Berdasarkan data yang ia dapatkan, penempatan ke Negeri Kiwi itu bermula 17 Oktober 2007, ketika salah satu perusahaan di negara itu mengirim surat kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) yang ingin merekrut 149 TKI. Perusahaan itu lalu mengutus seorang WNI bernama Muslikun. "Perusahaan itu juga menyatakan dalam merekrut dan menempatkan TKI, tidak akan menggunakan PJTKI resmi," kata Yunus.
BNP2TKI kemudian membuat persetujuan (izin) secara tertulis atas permintaan dari perusahaan dari Selandia Baru itu, melalui surat No.B.018/PEM/ 1/20/2008, dengan perihal perekrutan TKI.
Berdasarkan surat itu ditempatkan 91 TKI dengan dilengkapi pengantar rekomendasi bebas fiskal luar negeri, yang ditandatangani seorang pejabat direktur dan Kasubdit di BNP2TKI.
"Pengantar Rekomendasi bebas fiskal itu bertentangan dengan pasal 105 UU. No. 39/ 2004 yang menyatakan larangan perorangan menempatkan TKI ke luar negeri. Tapi, BNP2TKI menyetujui Muslikun menempatkan 91 TKI dari 149 yang diminta J.M. Bostock Ltd Hasting, New Zealand," katanya.
Namun, Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat, membantah ada bawahannya yang mengeluarkan bebas fiskal untuk pemberangkatan TKI ke Selandia Baru melalui program perorangan. "Mungkin Anda salah info," ujarnya.
Menurut Yunus, jika hal itu benar berarti BNP2TKI secara tidak langsung menghancurkan peran PPTKIS yang bersusah payah mengurus izin, membayar jaminan deposito, memiliki pelatihan, dan sejumlah persyaratan lainnya. (A-78)***