Minggu, 13 April 2008 | 18:22 WIB
BANTUL, MINGGU - Sekitar 60 persen kasus gizi buruk di Bantul terjadi karena faktor kemiskinan, dan sisanya karena faktor perilaku orangtua. Orangtua terlalu sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas masing-masing, sehingga perkembangan gizi anak kurang terpantau dengan baik.
Sampai dengan bulan Maret, Dinas Kesehatan Bantul mencatat kasus gizi buruk sebanyak 317 atau sekitar 0,7 persen. Angka ini jauh dibawah rata-rata nasional sebesar 5 persen. "Penyebab utamanya memang didominasi faktor kemiskinan. Kemiskinan membuat keluarga tidak mampu membeli susu atau asupan makan bergizi lainnya," kata Kepala Dinas Kesehatan Bantul dr Siti Noor Zaenab Syech Said, Minggu (13/4).
Berdasarkan data Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Bantul, jumlah keluarga miskin (gakin) mencapai 67.589 KK. Mereka tersebar di 17 kecamatan. Kemiskinan sangat berkaitan dengan tingkat gizi. "Karenanya, selama ada masyarakat miskin, kasus gizi buruk masih sulit terselesaikan," katanya.
Selain kemiskinan, faktor lain pemicu gizi buruk adalah perilaku orangtua, yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Pengasuhan anak hanya diserahkan ke pembantu, sehingga asupan makanannya kurang terpantau. "Dari segi ekonomi, mereka termasuk keluarga mampu namun karena anaknya susah makan, maka si anak pun bisa menderita gizi buruk," katanya.
Siti menghimbau para orangtua untuk tetap memperhatikan perkembangan dan asupan gizi si anak, meski memiliki kesibukan masing-masing. "Kalau bisa si anak disuapi sendiri agar nafsu makannya ikut naik. Kalau hanya diserahkan ke pembantu biasanya anak susah makan karena si pembantunya kurang telaten," katanya.
Selain kedua faktor tersebut masih ada faktor lain meski persentasenya sangat kecil yakni karena penyakit flek atau TBC. Penyakit ini membuat nafsu makan anak turun, sehingga berat badannya susah naik. Penyakit ini harus segera diobati karena juga berpotensi menular ke orang lain.
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.