Sabtu, 15 Maret 2008 - 23:03 wib
KUPANG - Pemerintah dinilai kurang serius menangani masalah gizi buruk, karena sibuk mensosialisaskan diri untuk menjadi gubernur maupun bupati. Padahal masalah gizi merupakan salah satu kebutuhan dasar warga yang harus dipenuhi.
"Bagaimana masalah gizi dapat tuntas kalau masing masing pejabat mengabaikan program, komitmen, dan kepeduliannya pada rakyat. Semua sibuk mengurus diri untuk menjadi bupati atau gubernur saat pemilihan kepala daerah," kata Wakil Ketua DPRD NTT, Kristo Blasin di Kupang, Sabtu (15/3/2008).
Menurut Kristo, seharusnya masalah gizi sudah dapat diatasi apabila para bupati maupun gubernur benar-benar berpihak pada rakyat. Dinilainya, seluruh energi yang dikeluarkan sudah lebih besar untuk kepentingan kekuasaan. Akibatnya, hak-hak dasar rakyat diabaikan.
Faktor ini, lanjut dia, yang menjadi kendala utama dalam penanganan gizi dan kesejahteraan rakyat. "Sehingga, berapa pun dana yang disiapkan untuk mengurus gizi, akan menjadi sia-sia karena tidak ada kepedulian dari pemerintah," terang Kristo.
Mengenai jumlah alokasi dana dari APBD NTT tahun 2008 untuk penanganan masalah gizi, menurut Kepala Seksi Penanganan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Maxi Taopan, tahun ini pemerintah hanya mengalokasikan Rp2 miliar. Dana tersebut antara lain untuk pemberian makanan tambahan padat gizi Rp1,6 miliar dan sisanya Rp400 juta untuk mengurus kesehatan ibu hamil. "Dana tersebut dibagikan merata kepada 20 kabupaten," kata Taopan.
Dari Rote Ndao dilaporkan, korban tewas bertambah satu menjadi enam orang, setelah Ibrahim Tasi (9 bulan), meninggal dunia Jumat (14/3) di RSUD Baa. Ibrahim mulai dirawat Rabu lalu, namun akhirnya meninggal dunia karena komplikasi gizi buruk dan diare. Sehingga total korban tewas di NTT menjadi 8 orang, yakni dua di Kota Kupang dan enam lainnya di Rote Ndao.
Sampai dengan pekan ini, jumlah balita dan anak-anak penderita gizi sekitar 90.000 jiwa, yang terdiri dari penderita gizi buruk dengan kelainan klinis (busung lapar) 83 orang, gizi buruk tanpa kelainan klinis 14.000 orang dan gizi kurang sebanyak 71.000. Namun jumlah ini belum termasuk yang menetap di desa-desa terpencil dan sulit dijangkau. Khusus Kabupaten Rote Ndao, penderita gizi buruk dengan kelainan klinis sebanyak 13 orang, gizi buruk tanpa kelainan klinis 201 dan gizi kurang 1.200 orang.
Untuk mengatasi masalah gizi di kabupaten Rote Ndao, Wakil Bupati Rote Ndao Bernard Pelle, telah bertolak ke Jakarta. Tujuannya, untuk menyerahkan data tersebut ke Menkokera Aburizal Bakrie sekaligus menyampaikan permohonan bantuan dana sebesar Rp20 miliar untuk penanganan gizi. Permohonan dana ini untuk menambah alokasi dana Rp1 miliar yang telah dianggarkan untuk menaggulangi masalah Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi didaerah itu.
(ism)
"Bagaimana masalah gizi dapat tuntas kalau masing masing pejabat mengabaikan program, komitmen, dan kepeduliannya pada rakyat. Semua sibuk mengurus diri untuk menjadi bupati atau gubernur saat pemilihan kepala daerah," kata Wakil Ketua DPRD NTT, Kristo Blasin di Kupang, Sabtu (15/3/2008).
Menurut Kristo, seharusnya masalah gizi sudah dapat diatasi apabila para bupati maupun gubernur benar-benar berpihak pada rakyat. Dinilainya, seluruh energi yang dikeluarkan sudah lebih besar untuk kepentingan kekuasaan. Akibatnya, hak-hak dasar rakyat diabaikan.
Faktor ini, lanjut dia, yang menjadi kendala utama dalam penanganan gizi dan kesejahteraan rakyat. "Sehingga, berapa pun dana yang disiapkan untuk mengurus gizi, akan menjadi sia-sia karena tidak ada kepedulian dari pemerintah," terang Kristo.
Mengenai jumlah alokasi dana dari APBD NTT tahun 2008 untuk penanganan masalah gizi, menurut Kepala Seksi Penanganan Masalah Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi NTT, Maxi Taopan, tahun ini pemerintah hanya mengalokasikan Rp2 miliar. Dana tersebut antara lain untuk pemberian makanan tambahan padat gizi Rp1,6 miliar dan sisanya Rp400 juta untuk mengurus kesehatan ibu hamil. "Dana tersebut dibagikan merata kepada 20 kabupaten," kata Taopan.
Dari Rote Ndao dilaporkan, korban tewas bertambah satu menjadi enam orang, setelah Ibrahim Tasi (9 bulan), meninggal dunia Jumat (14/3) di RSUD Baa. Ibrahim mulai dirawat Rabu lalu, namun akhirnya meninggal dunia karena komplikasi gizi buruk dan diare. Sehingga total korban tewas di NTT menjadi 8 orang, yakni dua di Kota Kupang dan enam lainnya di Rote Ndao.
Sampai dengan pekan ini, jumlah balita dan anak-anak penderita gizi sekitar 90.000 jiwa, yang terdiri dari penderita gizi buruk dengan kelainan klinis (busung lapar) 83 orang, gizi buruk tanpa kelainan klinis 14.000 orang dan gizi kurang sebanyak 71.000. Namun jumlah ini belum termasuk yang menetap di desa-desa terpencil dan sulit dijangkau. Khusus Kabupaten Rote Ndao, penderita gizi buruk dengan kelainan klinis sebanyak 13 orang, gizi buruk tanpa kelainan klinis 201 dan gizi kurang 1.200 orang.
Untuk mengatasi masalah gizi di kabupaten Rote Ndao, Wakil Bupati Rote Ndao Bernard Pelle, telah bertolak ke Jakarta. Tujuannya, untuk menyerahkan data tersebut ke Menkokera Aburizal Bakrie sekaligus menyampaikan permohonan bantuan dana sebesar Rp20 miliar untuk penanganan gizi. Permohonan dana ini untuk menambah alokasi dana Rp1 miliar yang telah dianggarkan untuk menaggulangi masalah Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi didaerah itu.
(ism)
You rock. That's why Blockbuster's offering you one month of Blockbuster Total Access, No Cost.