-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

25 June 2008

7 TKI Bantul Diperlakukan Tidak Manusiawi

Kamis, 13 Maret 2008 | 12:08 WIB

 

Yogyakarta, Kompas -Tujuh tenaga kerja Indonesia asal Bantul minta pendampingan pengacara. Mereka mengaku mendapat perlakuan kasar dan jam kerja yang tidak manusiawi selama tiga bulan berada di atas kapal penangkap ikan M/V Chun Ying Nomor 6 berbendera Taiwan yang berlayar di perairan Jepang.

 

Ketujuh TKI bernama Angga Birawa, Heri Purwanto (19), Wartadi (22), Nurron F Istanto, Drajat Arta A (19), Heri Hermawan (22), dan Kuswanta (20). Mereka alumni SMKN 1 Sanden yang lulus 2007. Mereka aktif bekerja sejak September 2007 dan baru bisa pulang ke Indonesia bulan Desember.

 

Selain menerima pukulan dari pihak majikan perusahaan, dua orang di antaranya kehilangan ujung jari tangan akibat terlalu lama bekerja di ruang pembeku. Mereka adalah Wartadi yang kehilangan enam ujung jari (masing-masing tangan sejumlah tiga) dan Angga yang kehilangan ujung jari kelingking sebelah kanan.

 

Ujung jari tangan mereka dipotong karena telah mati rasa (frozen). Ironisnya lagi, yang melakukan amputasi bukan ahli medis melainkan petugas mesin dengan pisau. Ujung jari Wartadi hingga kini juga masih tampak membiru. "Kalau alasan penganiayaan (pemukulan) karena perbedaan bahasa, kami tidak tahu maksud (perintah) dia, tapi tiba-tiba dipukul," ujar Angga, Rabu (12/3) sore di kantor pengacara Satriawan Guntur Z.

 

Pekerjaan yang mereka lakukan di antaranya menarik jaring dan mendorong ikan ke ruang pendingan. Masa kerja 56 jam nonstop dengan waktu istirahat empat jam. "Janji awal kami akan digaji Rp 4 juta sebulan. Namun, kami kemarin digaji 150 dollar Amerika yang diberikan saat pulang. Saya pulang duluan, saya sakit terus dipulangkan," kata Wartadi.

Mengenai hal ini, Guntur akan mengirim surat ke Menteri Tenaga Kerja dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar masalah-masalah seperti ini mendapat perhatian. "Ini satu dari sekian banyak kasus TKI yang terjadi di Indonesia. Kita ingin mereka bertanggung jawab, tidak hanya gaji tapi juga keamanan," katanya. Brosur

Pilihan kerja ketujuh pemuda sebagai TKI ini berawal dari brosur yang ditempel di sekolah dan adanya tawaran lowongan kerja dari seorang guru. Selain itu, ada sosialisasi dari sebuah perusahaan Jakarta.

 

Tanggal 24 Agustus 2004 para korban berangkat ke Pemalang, Jawa Tengah, guna membuat paspor. Sebelumnya mereka membayar buku pelaut. Pada 27 Agustus mereka berangkat ke Jakarta. Semua prosedur mereka kerjakan, termasuk membayar sejumlah uang melalui pihak sekolah.

 

Pada 29 Agustus sekitar pukul 08.00 mereka diberangkatkan ke Taiwan dan tiba di Hongkong sekitar pukul 14.30. Mereka langsung ditampung di sebuah kapal dan baru dipindahkan ke kapal Chun Ying dua hari kemudian. (WER)

 

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/03/13/12083953/7.tki.bantul.diperlakukan.tidak.manusiawi