-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

23 June 2008

Banyak TKI tak Tahu Kontrak Kerja

WASPADA ONLINE, Senin, 23 Juni 2008

(KUALA LUMPUR) - Banyak TKI yang tidak tahu isi kontrak kerjanya, sehingga hak dan kewajibannya sering terabaikan dan upaya perlindungan juga tidak bisa optimal, kata Dubes RI untuk Malaysia Da’i Bachtiar.

Hal itu terungkap ketika Da’i dan Atase Tenaga Kerja KBRI Kuala Lumpur Teguh H Cahyono serta para pejabat KBRI lainnya meninjau kondisi 300 TKI di perkebunan kelapa sawit Southern Perak, Minggu(22/6), dihadiri pula General Manager Southern Perak Sdn Bhd , Ong Buck.

Seorang TKI Budiman dengan berani mengungkapkan keluh kesah mereka. Di antaranya, jika sakit tidak dapat pengobatan dari perusahaan tempat kerja.

"Malah kami membayar biaya sendiri untuk ketemu dokter," kata Budiman .
Selain itu, jika tes kesehatan pada TKI oleh imigrasi Malaysia untuk tahun ke-2 dan hasilnya dinyatakan tidak lulus maka TKI pulang ke kampung halaman tanpa dibelikan tiket oleh perusahaan, ungkap Budiman.

Atase Tenaga Kerja Teguh Cahyono kemudian menjelaskan, kontrak kerja biasanya berlaku dua hingga tiga tahun. Dalam kontrak kerja umumnya, setelah dua tahun bekerja maka perusahaan wajib memberikan tiket penerbangan pulang kampung halaman gratis.

"Seringkali, ketika tes kesehatan ke-2 yang dilakukan imigrasi Malaysia ternyata TKI itu tidak lulus atau memiliki penyakit yang berbahaya maka perusahaan tidak menanggung biaya pesawat untuk pulang. Biaya itu ditanggung oleh perusahaan asuransi Indonesia. Tapi bisa saja perusahaan punya budi baik memberikan tiket pulang gratis," kata Teguh.

Sementara itu, Ong Buck mengungkapkan bahwa jika pekerja melaporkan adanya kecelakaan kerja yang perlu pengobatan dan masuk rumah sakit maka biaya akan ditanggung oleh perusahaan.

"Misalkan Sahirin yang mengalami kecelakaan kerja dan perlu operasi dengan biaya 1700 ringgit (Rp5 juta). Biayanya diganti oleh perusahaan. Selain itu, Jalaludin yang matanya terkena duri kelapa sawit juga biaya operasi dan berobat hingga ribuan ringgit ditanggung oleh perusahaan. Kami asuransikan, makanya kami bawa ke rumah sakit," kata Ong di depan semua pekerja.

Ong Buck menambahkan, baik pekerja Indonesia, India, maupun Bangladesh sering mengabaikan peralatan keselamatan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

"Kebanyakan yang alami kecelakaan dan tidak melapor karena pekerja kecelakaan motor ketika jalan keluar ladang. Kecelakaan kerja disini ada satu hingga dua kejadian per bulan," kata Ong.

Perkebunan kelapa sawit itu menyediakan klinik kecil yang menyiapkan obat-obatan. Dokter datang dua bulan sekali ke perkebunan kelapa sawit untuk melayani keluhan pekerja.
Perkebunan kelapa sawit ini memperhatikan keselamatan kerja. Hal itu tampak dari tulisan besar di mana-mana sebagai peringatan terhadap keselamatan pekerja.

"Inilah bukti bahwa kadang-kadang TKI kita kurang mengetahui isi kontrak kerja. Tapi KBRI akan data TKI yang menjadi contact person untuk mengetahui jika mereka mengalami suatu kejadian yang perlu bantuan KBRI," katanya. Da’i kemudian memberikan beberapa nomor HP pelayanan KBRI kepada TKI.

Perkebunan kelapa sawit Southern Perak memiliki 517 pekerja terdiri dari TKI 300 orang (58 persen), Bangladesh 104 (20 persen), India 56 orang (11 persen), Malaysia 57 orang (11 persen).

"Yang lari tahun ini tidak banyak. Tahun ini pekerja Indonesia yang lari tiga orang dan Bangladesh lima orang," kata Ong Buck.

Gaji pekerjanya bervariasi, untuk pemotong buah gajinya berkisar 840 hingga 1.940 ringgit per bulan, pekerja harian 355-610 ringgit per bulan, pekerja keamanan dan supir 880 hingga 1.300 ringgit per bulan. (ann)

Credit foto: www.ranesi.nl
(ags)