NURKARIM NEHE
Waspada/Nurkarim Nehe
Kadis Naker Asahan H.Erwis Edi Pauja Lubis SH,MAP saat memberikan wejangan kepada TKI Asahan dan Sumut di asrama TKI Jalan 4/2, Seksyen 4, Bandar Baru Bangi, Negeri Selangor, Malaysia Kamis (26/6).
Ada cerita miring tentang penyaluran TKI ke luar negeri tetapi banyak yang berhasil mengaut Ringgit tanpa masalah. Dan, tanpa disadari setiap TKI ikut membangun Kerajaan Malaysia dengan pembayaran pajak orang asing (Levy) RM1350 per tahun, sekaligus menyumbangkan devisa bagi negaranya sendiri yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi TKI sehingga harus bekerja ke luar negeri.
Hasil penelusuran Waspada selama tiga hari Rabu (25/6) sampai Jumat (27/6) di Petaling Jaya Kuala Lumpur dan Bandar Baru Bangi, Negeri Selangor, ribuan pekerja Indonesia yang dikerahkan perusahaan jasa penyalur tenaga kerja swasta, di antaranya dari Asahan dan Sumut, terlihat menikmati hidupnya sehari-hari mengumpulkan Ringgit demi Ringgit di kilang elektronik seperti Hitachi, Freescale, Sensata, STmicro, dan lainnya.
Setiap TKI mendapatkan gaji berkisar RM600 sampai RM900, di luar overtime atau lembur. Fasilitas pemondokan yang disiapkan pihak outsourching (mitra PJTKI yang dihunjuk KBRI Kuala Lumpur) sangat layak, bahkan terbilang mewah untuk pekerja Indonesia tamatan SLTA. Misalnya TKI dari Kabupaten Asahan ditangani PJTKI PT.Damas cabang Sumut bekerj sama dengan outsourching Medo Human Resourching (M) Sdn Bhd Kuala Lumpur. Medo menangani penempatan kerja, asrama/hostel/pemondokan.
“Memang gaji TKI illegal lebih tinggi, tetapi jarang mereka bisa menikmati atau mengambilnya sebab semua serba gelap sehingga dipermainkan majikan ataupun agennya. Beruntunglah kalian bisa bekerja kemari dengan resmi dan manusiawi,” tutur Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Asahan H.Erwis Edi Pauja Lubis, SH didampingi Kabid Penempatan dan Pelatihan Khairullah Ishal, SE dan staf Mino, Kacab PT.Damas Sumut Abdullah Gani, dan supervisor Medo HR (M) Sdn Bhd Mastura dan Aisyah Aini, di depan TKI asal Kabupaten Asahan dan Sumut ketika meninjau asrama TKI jalan 4/2, Seksyen 4, Bandar Baru Bangi, Negeri Selangor, Malaysia Kamis (26/6).
Erwis mengingatkan TKI perempuan yang bekerja di Kilang Elektronik Hitachi ini sebagai duta bangsa yang telah menyumbangkan devisa bagi negara harus mampu menjaga harkat dan martabat sebagai perempuan dengan muara menjaga harga diri pribadi maupun harga diri bangsa Indonesia. TKI Asahan bercampur dengan TKI asal Medan, Langkat, Labuhan Batu, Deli Serdang, Sergai, dan Batubara dalam satu blok. Asrama ini dihuni ribuan TKI dari berbagai provinsi.
“Siapa Gubernur Sumut sekarang?” tanya Erwis kepada sejumlah TKI asal Langkat. “Pak Syamsul Arifin lah pak, saya sempat ikut memilihnya pak. Kirim salam ya pak ke Pak Gubernur,” tutur Marliana TKI asal Desa Bohorok, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat. Marliana barusan bekerja di Hitachi dikerahkan PT.Damas cabang Sumut.
Di antara TKI asal Asahan yang dikerahkan PT.Damas, ada yang barusan memperpanjang kontrak setelah kontrak dua tahun pertama selesai, seperti Mirda Simbolon warga Jalan Diponegoro Kisaran, Kabupaten Asahan. “Dahulu saya sempat bekerja di Batam. Dua tahun terakhir saya bekerja di sini, dan barusan memperpanjang kontrak kedua,” ujar Mirda br Simbolon dengan lidah Malay yang telah menenggelamkan lidah Bataknya.
Ada sekitar 20-an TKI Asahan bekerja di Kilang Hitachi memproduksi DVD Player dan handycam. Usai makan siang bersama TKI asal Asahan dan Sumut, Erwis meninjau kamar tidur TKI, cukup bersih dan representatif, satu kamar diisi enam TKI, dilengkapi kamar mandi, ruang makan dan ruang tamu plus TV. Sejak Januari 2008 PT.Damas mengerahkan 72 TKI, atau sekitar 12 TKI perbulan.
HR Manager Medo Humah Resourching (M) Sdn Bhd Kuala Lumpur Priscilla kepada Waspada Rabu (25/6) di hostel (rumah kos) Taman Bahagia Petaling Jaya Kuala Lumpur menjelaskan TKI Asahan sangat mudah adaptasi, rajin bekerja. “TKI Asahan sama halnya TKI Sumut, mudahlah. Mereka jadi idaman pemilik kilang. Jarang, bahkan sama sekali tak ada masalah lah dengan TKI Asahan dan Sumut,” ujarnya.
Pihak Medo mengeluarkan RM6500 setiap bulan untuk sewa Hostel plus rekening air dan rekening listrik. “Satu bulan pertama Medo menyediakan beras, daging dan lauk pauk yang dimasak sendiri oleh TKI,” papar Priscilla. Medo juga menanggung RM150 Levy TKI dari RM1350 setiap TKI per tahun. Menurutnya ada juga Kilang yang bersedia membayarkan Levy TKI, ada yang hanya limapuluh persen, tetapi hakikatnya Levy dibayarkan setiap TKI kepada Kerajaan Malaysia.
Abdullah Gani, Kepala Cabang PT Damas Sumut menjelaskan outsourching seperti Medo diawasi langsung KBRI. “Mereka dihunjuk KBRI. Kami semua terikat Kepmenakertrans104/2002 dan UU nomor 39 tahun 2002 tentang penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja. Semua sudah diatur sedemikian rupa untuk kenyamanan dan perlindungan TKI,” cetus Gani.
Tetapi Gani tidak menampik, bisa saja terjadi masalah. “Yang kita takutkan bagi TKI perempuan adalah tujuan bekerja mungkin agar bisa bertemu pacar yang sudah dahuluan berangkat ke Malaysia secara haram. Ini menjadi persoalan khusus jadinya, tetapi pihak Kilang dan outsourching akan tegas, bila dua hari tidak masuk kerja dan tidak berada di asrama dan penjelasan, akan diadukan ke Polisi,” cetus Abdullah Gani.
Seperti yang diharapkan Erwis, perempuan TKI ini datang ke Malaysia untuk mencari uang. “Bersikap dewasalah, jaga harga diri dan martabat sebagai perempuan. Bekerjalah untuk mendapatkan uang, jangan macam macam,” tutur Erwis di hadapan TKI Asahan dan Sumut.
Perempuan pemburu Ringgit ini tanpa disadarinya ikut membangun Kerajaan Malaysia dengan Levy, sekaligus menyumbangkan devisa bagi Indonesia. Tetapi mereka yang disebut TKI illegal atau berangkat tanpa prosedur pengerahan TKI ke luar negeri hanya memperkaya oknum di negeri Jiran, bahkan akan menjadi sapi perahan di pintu masuk negerinya sendiri jika berhasil pulang membawa uang.
[wns]