Selasa, 22 Juli 2008 | 15:06 WIB TEMPO Interaktif, Jember:Salah satu penyumbang tingginya angka perceraian di wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur, adalah perceraian pada keluarga tenaga kerja Indonesia (TKI).
"Tiap bulan rata-rata 200 hingga 300 kasus perceraian yang kami tangani. Sekitar seperempatnya terjadi pada keluarga TKI," tutur Wakil Ketua Pengadilan Agama Jember, Ahmad Tahang, kepada Tempo, Selasa (22/07) siang.
Meskipun angka tersebut bersifat fluktuatif, kata Tahang, namun setiap bulan bisa dipastikan sekitar 50 keluarga TKI yang bercerai. Seperti keluarga lainnya, perceraian keluarga TKI terjadi dalam bentuk cerai gugat (istri yang menggugat cerai suami), dan cerai talak (suami menceraikan istri).
Salah seorang hakim Pengadilan Agama Jember, H. Tobroni, mengatakan dalam dua tahun terakhir banyak TKI atau TKW yang kerja di luar negeri pulang membawa pasangan baru. Selain itu, tidak sedikit kasus keluarga yang ditinggalkan di rumah sudah menikah lagi dengan orang lain. Kondisi itu menyebabkan tidak ada keharmonisan dalam rumah tangga hingga terjadilah perceraian.
"Dari sejumlah TKI dan TKW yang banyak mengajukan cerai atau gugat cerai paling banyak TKI dan TKW yang berasal dari Hongkong. Saya tidak tahu banyak kenapa. Yang jelas, setelah pulang bercerai. Kasusnya sangat banyak, setelah pulang merasa tidak cocok dengan pasangannya," ujarnya.
Selain itu, lanjut Tobroni, penyebab terbanyak dari kasus cerai TKI atau TKW adalah perselingkuhan di tempat kerja. "Di samping itu, tidak sedikit suami yang ditinggalkan kerja oleh istrinya, ternyata menggunakan uang hasil kerja istrinya untuk kawin dengan istri muda. Akibatnya, istrinya mengajukan gugat cerai," ujarnya.
Angka perceraian di Kabupaten Jember memang tergolong tinggi di Provinsi Jawa Timur, selain Kabupaten Malang dan Kabupaten Banyuwangi. Data di Pengadilan Agama Jember menyebutkan, sejak bulan Januari hingga Juni 2008, terjadi sedikitnya 2.250 kasus perceraian baik kasus cerai gugat maupun cerai talak. Di tahun 2007 lalu, angka perceraian di Jember mencapai 3.547 kasus. Angka itu lebih tinggi dari tahun 2006 yang mencapai 3.247 kasus.
Mahbub Djunaidy http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/07/22/brk,20080722-128706,id.html |