BREBES, SELASA - Hidayah (38), tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi korban perdagangan ke Irak, akhirnya kembali ke Brebes, Senin (22/9) malam. Meskipun demikian, beberapa temannya masih berada di sana dalam kondisi tertekan. Hidayah mengaku bisa kembali ke Indonesia karena mengalami kecelakaan kerja.
Hidayah saat ditemui di rumahnya di Desa Luwung Bata, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Selasa (23/9) mengatakan, ia bersama 16 TKI lainnya dari Brebes dan Cirebon berangkat ke luar negeri pada 3 Januari 2007 melalui PT Cemerlang Bintang Sekawan. Sesuai kontrak, seharusnya mereka ditempatkan di Abu Dhabi Uni Emirat Arab. "Saya ke luar negeri karena ditawari oleh calo bernama Sutarso," katanya.
Namun setelah sampai di Dubai, mereka tidak ditempatkan sesuai kontrak. Hidayah dan para TKI lainnya justru dikirim ke Irak. Diduga, mereka dijual oleh perusahaan penyalur tenaga kerja yang memberangkatkannya.
Selama setengah bulan pertama di Irak, Hidayah dan teman-temannya ditampung di Agen Bruska. Setelah itu, ia mengaku dipekerjakan di rumah orang Amerika Serikat di Mosul. Menurut Hidayah, daerah tersebut merupakan daerah konflik, sehingga ia sering mendengar suara letusan bom dan melihat banyak orang.
Karena ketakutan, Hidayah hanya bertahan tiga bulan di rumah majikannya tersebut. Setelah itu, ia pindah ke majikan lain, di Arbil. Di sana, ia juga hanya bertahan selama tiga bulan karena majikannya kemudian pindah ke Bagdad. Akhirnya, Hidayah kembali di pekerjakan menjadi pembantu rumah tangga di wilayah Kurdistan.
Setelah setahun bekerja di Kurdistan, ia mengalami kecelakaan kerja. Hidayah jatuh saat mencuci lantai dan tembok, sehingga tangan kirinya patah. Ia sempat dirawat di rumah sakit, sebelum akhirnya dikembalikan ke Agen Bruska oleh majikannya.
Menurut Hidayah, selama bekerja ia memang mendapatkan gaji 150 dollar AS per bulan. Namun uang itu habis karena ia harus menanggung biaya pengobatan tangannya. Selain itu untuk dapat pulang ke Indonesia, ia dipaksa oleh Agen Bruska membayar tiket sebesar 1.000 dollar AS. "Sebelum pulang, saya ditampung di Agen Bruska selama hampir satu bulan. Di sana, saya harus menanggung biaya makan sendiri," katanya.
Dipulangkan Semua
Hidayah pulang ke Indonesia bersama dua TKI lainnya, Nurlaela dari NTB dan Emi Suhaemi dari Indramayu. Setelah sampai di Indonesia pada 7 September 2008, ia sempat dirawat di Rumah Sakit Polri selama beberapa hari. Hidayah mengaku lega dapat berkumpul dengan suami, Agus Bilal (40) dan dua anaknya, Deni Agustiansyah (14) dan Windi Lestari (11).
Meskipun demikian, ia meminta agar pemerintah segera memulangkan teman-temannya yang masih terjebak di Irak. Saat ini, kondisi para TKI yang ada di Irak sangat menderita. Sebagian diantara mereka terpaksa menjual diri untuk mendapatkan biaya hidup. "Semua teman-teman ingin segera pulang. Dari Brebes masih ada Supriyatin, Murni, Maslinah, Nurjanah, dan Daimah," ujarnya.
Kepala Departemen Informasi dan Dokumentasi Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Jamaludin mengatakan, pemerintah harus serius menangani kasus itu. Para TKI rentan mengalami tindak kejahatan maupun perdagangan manusia, karena tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Bahkan, hampir semua paspor TKI yang ada di Irak sudah mati.
SBMI mendesak agar Pemkab Brebes segera membuat peraturan daerah mengenai perlindungan TKI. Ia juga meminta polisi menangkap para calo maupun pengelola jasa pengiriman tenaga kerja yang nakal.
Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dinas Kependudukan Catatan Sipil Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Brebes, Ronald Jasper mengatakan, pembuatan perda perlindungan TKI masih sulit diwujudkan karena prosesnya rumit. Selain itu, saat ini sudah ada undang-undang yang mengatur TKI.
Upaya yang selama ini dilakukan Pemkab Brebes yaitu melakukan sosialisasi hingga tingkat kecamatan. Dalam penyelesaian kasus, pihaknya akan meminta bantuan departemen tenaga kerja dan transmigrasi, serta departemen luar negeri.
WIEhttp://www.kompas.com/read/xml/2008/09/23/2028288/hidayah.kembali.ke.brebes..