PENGGUSURAN di atas lahan tepian Danau Ria-Rio, Pedongkelan, Pulogadung, Jakarta Timur, pada Sabtu (4/10) lalu tak hanya menyisakan kebingungan bagi para kepala keluarga yang harus berpikir keras kemana anak istri akan dibawa.
Bagi Wempi, penggusuran itu juga meninggalkan kekesalan di hatinya. Bocah kelas 4 SD itu mengeluhkan sekolahnya yang ikut rubuh dibuldoser di depan matanya. Cerita pun mengalir dari Wempi.
SD Kirbat, adalah sekolah gratis bagi kalangan pinggiran yang kurang mampu di kawasan Pedongkelan. Sekolah tersebut dioperasikan oleh sebuah yayasan. Hancurnya sekolah itu, bukan kali pertama."Kemaren itu pernah kebakar, sekarang digusur. Udah nggak ada lagi sekolahku. Nggak tahu besok sekolah di mana," kata Wempi dengan wajah sendu, saat ditemui di antara puing-puing bangunan rumahnya.
Bagi Wempi, sekolah itu memberikan harapan untuk mengantarnya mewujudkan cita-cita menjadi seorang polisi. Sekolah gratis, tentu sangat membantu orangtuanya. "Ibuku lagi ngamen, bapak kerja di Bekasi," katanya.
Wempi ditugaskan ibunya untuk menjaga barang-barang yang tersisa. Perangkat kebutuhan belajarnya pun tak sempat diselamatkan. Kata Wempi, baju seragam sekolahnya tak tahu raib kemana. Demikian pula buku-buku pelajarannya.
Duka yang sama juga dirasakan Abdurrahman, anak korban gusuran lainnya. Siswa kelas 3 SD ini juga mengaku tak bisa menyelamatkan buku dan seragam sekolahnya.
Kini, Wempi dan Abdurrahman masih bertahan di area lahan gusuran dengan bangunan peneduh seadanya. Kemarin, mereka hanya bermain ala anak-anak, sambil menjaga tumpukan barang yang tak tahu akan diungsikan kemana.
Inggried Dwi Wedhaswary
http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/06/12393786/sekolahku.hancur....aku.belajar.di.mana.