Pemerintah kota dan warga miskin itu seperti anjing dan kucing. Nyaris selalu kejar-kejaran, terlebih soal penggusuran permukiman warga miskin. Hunian warga miskin dianggap mengganggu ketertiban dan pemandangan kota. Tapi di Surakarta, Jawa Tengah, yang terjadi justru sebaliknya. Hunian warga miskin di bantaran kali ditata rapi, menjadi rumah yang nyaman. Seperti apa program rehabilitasi rumah tak layak huni bagi si miskin di sana?
Puluhan warga Kragilan Kadipuro Banjarsari, Surakarta, sibuk bergotong royong memperbaikirumah bambu1.jpg rumah Mulyono. Rumah yang semula berdinding anyaman bambu, kini berdinding bata. Ini semua berkat bantuan Pemerintah Kota Surakarta. Kalau harus mengandalkan kocèk sendiri, jelas tak sanggup. Mulyono hanyalah tukang parkir dengan penghasilan Rp. 20 ribu per hari. Langsung habis untuk kebutuhan sehari-hari. Karena itulah Mulyono senang. Rumahnya, juga rumah 30 orang lainnya, dipermak lewat program perbaian rumah kumuh Surakarta.
Mulyono: "lebih enak sekarang daripada dulu. Dulu masih gubug reyot, dinding bambu, kalau mau membangun itu sukar sekali soalnya pendapatannya itu pas-pasan. Aku gak tahu program, tahu-tahu éntuk bantuan sekian mau diperbaiki rumahé. MCKnya juga direnovasi jadi bagus..yang gak ada MCK dikasih MCK..ya dari program 2 juta itu.."
Kini Kragilan jadi kawasan tertata rapi. Rumah si miskin dibenahi sehingga lebih layak huni. Di sana dibangun sarana Mandi-Cuci-Kakus, MCK, jalan juga diperbaiki.
Hal serupa juga tampak di Kampung Totogan, Kelurahan Kètèlan, Banjarsari, Surakarta. Dulu, di bantaran Sungai Pépé ini terdapat ratusan rumah kumuh. Sekarang, itu semua masa lalu. Setelah turun bantuan Pemerintah Kota Surakarta, rumah-rumah kumuh diperbaiki. Di deretan ini, tampak dua rumah yang terlihat masih bercat baru. Yang satu coklat tua, satunya lagi coklat muda.
Rumah kumuh direnovasi
Sembari menyusuri deretan rumah yang baru direnovasi, Ketua RW 6 Kelurahan Kètèlan Susi Sarehati bercerita, ada 44 rumah yang dipugar. Kètèlan lantas dinobatkan sebagai kawasan percontohan pemugaran rumah tidak layak huni.
Susi Sarehati: "Ini patoknya. Sebenarnya enggak sama besarnya, jadinya dulu rumahnya ini terus dibangun. Dulu ini gedhèg, bambu, yang pojok itu malah gedhèg semua"
kampung kumuh1.jpgKampung Totogan dan Kampung Kragilan adalah kawasan percontohan program rehabilitas kawasan kumuh yang diusung Pemerintah Kota Surakarta. Wakil Walikota Surakarta Hadi Rudyatmo mengatakan, sejak dimulai tahun 2006, sudah enam ribuan rumah kumuh direnovasi. Artinya, sekitar separuh rumah kumuh di seantero Surakarta sudah dipermak. Cita-citanya, kata Hadi, Kota Surakarta bebas rumah kumuh pada tahun 2010.
Hadi Rudyatmo: "Jadi program rumah tak layak huni, itu adalah program pengentasan kemiskinan. Solo bebas rumah kumuh 2010. Itu sudah kita kerjakan setiap tahunnya sekitar sekian ribu rumah. Pemerintah koto ini bisa melakukan efisiensi secara tidak langsung, namun dengan melakukan pembenahan perubahan lingkungan. Anggaran APBD berapa? APBD kalau untuk tahun 2007 ini nanti sekitar 6 miyar, untuk 3 ribu rumah, sedangkan di Solo ada 6 ribu rumah kumuh."
Kata Rudy, tak semua rumah beruntung mendapat rehabilitasi gratis. Ada 14 syarat yang harus dipenuhi. Yang utama, punya KTP Surakarta. Rumah juga wajib memiliki sertifikat tanah. Kalau rumah dibangun di atas lahan pemerintah atau lahan sengketa, jangan harap bisa mendapat dana perbaikan.
Hadi Rudyatmo : "Rumah tidak layak hni itu kan ada 14 kriteria dari warga miskin itu. Yang pertama lantainya masih tanah, dinding masih bambu, terus genting dan lain sebagainya itu masih minim. Jadi kalau hujan tampyas atau bocor, akhirnya itu kita lakukan renovasi. Pertama lantainya kita beton, dinding sudah tidak bambu lagi tapi sebagian sudah ditembok dan sebagian tripleks dan ada jendela untuk keluar masuknya sinar matahari dan udara. Itu bentuk yang kita bangun"
Program rehabilitasi rumah
Untuk program rehabilitasi rumah kumuh ini, pemerintah menggelotorkan dana APBD sekitar Rp. 6 milyar. Targetnya, tiga ribuan rumah diperbaiki, dengan alokasi dana 2 juta rupiah tiap rumah. Cukupkah uang ini? Rupanya tidak, kata Ketua RW 6 Kètèlan, Susi Sarehati.
Susi Sarehati: "Dua juta kan ga cukup, permasalahannya ya masih kurang itu..dalem rumahnya masih banyak yang bocor dan perlu diperbaiki..lha kenapa? Kan 2 juta gak cukup mas, kadang-kadang saya juga kasihan lho mas. Kelihatan luarnya bagus, dalemnya belum jadi.
Wakil Walikota Surakarta Hadi Rudyatmo berharap ada dana tambahan untuk melanjutkankampung kumuh2.jpg program rehabilitasi rumah tidak layak huni.
Hadi Rudyatmo: "Kenaikan BBM ada pegaruhnya ke program RTLH ga? program RTLH jelas-jelas terpengaruh..2 juta biasanya bisa untuk beli semen 10 sak, tripleks 10 lembar, jadi gak sampé segitu..berkurang..nah sehingga kalo swadaya itu yang lebih dioptimalkan ya cukup.. tapi kalo gak ya musti ada perhatia lebih dari pemkot dan legislatif untuk memberikan dana tambahan ada program itu....pengaruh sekali.."
Pusat Studio Tata Kota dan Pengembangan Wilayah Universitas Sebelas Maret Surakarta mendata, paling tidak, ada 18 titik permukiman kumuh di Kota Surakarta. Lokasinya merata di lima kecamatan di Surakarta. Pengamat tata kota dari UNS Winny Astuti pesimistis, Pemerintah Kota Surakarta bisa mencapai target bebas permukiman kumuh pada 2010.
Winny Astuti: "Itu memang tugas berat, kalau menurut saya. Karena artinya setiap tahun harus ada dua ribu rumah kumuh yang harus ditingkatkan kualitasnya, tinggal 2 tahun lagi ya? Mungkin belum 100 persen ya, kalau Solo bebas rumah kumuh. 2010 menurut saya tidak bisa 100 persen. Memang kami masih melihat ini masih bersifat by project ya, karena selama ini master plan pemukiman di kota Surakarta ini belum ada. Kalau tidak nyambung menjadi sepotong-sepotong, jadi di sini rumah layak huni, kemudian di sana juga minta layak huni lagi. Tapi itu jadi sepotong-sepotong, tidak satu kesatuan yang bisa bergerak bersama-sama."
Bantuan dana
Winny juga menilai, program rehabilitasi rumah kumuh punya kelemahan. Salah satunya, longgarnya pemilihan rumah untuk direnovasi. UNS juga menemukan lonjakan angka rumah kumuh di Surakarta. Seperti berlomba ingin direnovasi.
rumah bambu2.jpgWinny Astuti "Ketika kami ke kecamatan Lawéyan saja, di situ sudah terdaftar 16 ribu RTLH, itu baru satu kecamatan, belum kecamatan-kecamatan lainnya. Jadi 51 kelurahan di kota Surakarta dianggap memiliki rumah tak layak huni. Padahal kalau dari kajian kami, di Solo itu ada 18 titik kumuh, di 18 kelurahan. Artinya kan kemudian menjadi aneh toh. Jumlahnya sekian, tapi data itu bisa diciptakan sesuai dengan keinginan. Mestinya kalau itu ada semacam pemetaan kan kemudian bisa dilihat secara objektif, mana yang membutuhkan penanganan, mana yang tidak dan sebagainya. Tidak didasarkan pada keinginan saja, tetapi benar-benar berdasar kebutuhan."
Meski begitu, Wakil Walikota Surakarta Hadi Rudyatmo tetap optimis, program renovasi rumah kumuh di Surakarta akan berhasil. Ini didukung rencana yang matang, kata Hadi.
Hadi Rudyatmo: "Justru kalau ada tanggapan yang pesimis itu bagian dari motivasi pemerintah kota. Karena planningnya mungkin belum matang? Ya kalau bicara planning kita suda ada planning, namun saya berpikir positif saja. Jadi kalau pihak UNS pesimis tentang pencanangan program pemerintah Solo tahun 2010 bebas lingkungan kumuh, justru itulah yang kita nantikan. Karena kita butuh motivasi-motivasi dari elemen-elemen yang ada. Tanpa ada yang mengkorek hal itu, ya namanya nanti pemerintah kota akan tidur."
Wakil Walikota Surakarta Hadi Rudyatmo meminta masyarakat bergotong royong dan menggelontorkan dana masyarakat demi menyukseskan program ini. Supaya rumah layak huni bisa terus dibangun.
Hadi Rudyatmo "Jadi yang jelas, program Rumah Tidak Layak Huni terus kita jalankan. Dengan bantuan dua 2 juta mungkin yang dilakukan dalam proses membangun lebih dari empat juta. Karena tenaga kan tidak dihitung, namun lebih kepada gotong royong. Kalau kita uangkan, kira-kira mencapai 4-5 juta rupiah."
Kini tinggal memastikan, supaya rumah-rumah yang direnovasi Pemerintah Kota Surakarta tak hanya indah di luar, tapi juga nyaman di dalam.
Sri Makarti: "lho ini tempaté saya ditutupi sarung supaya bisa ketutup. Kan masih blak-blakan, masih paké spanduk juga ya bu? Iya, lha wong belum tutupé, belum ada uangé. Dari luaré kan kelihatan bagus, tapi dalemé lagi berantakan, masih ditutup spanduk-spanduk. Sampèk sarungé anak saya kalau dingin enggak dipakai buat nutup"
Tim Liputan KBR68H melaporkan untuk Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum.