-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

01 December 2008

PJTKI Desak Pemerintah Hentikan Penempatan TKI Ke Saudi

PJTKI Desak Pemerintah Hentikan Penempatan TKI Ke Saudi

1 Desember 2008 | 11:35 WIB


Jakarta ( Berita ) :  Kalangan pengusaha jasa TKI (PJTKI) mendesak pemerintah untuk menghentikan penempatan TKI ke Saudi Arabia menyusul aktivitas Gulf Country Comitte Approved Medical Centre Association (GAMCA) yang melampaui wewenangnya sebagai sebuah asosiasi.

Ketua Himpunan Pengusaha Tenaga Kerja Indonesia (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Minggu [30/11], mengatakan Depakertrans dan Depkes juga tidak mengenal keberadaan asosiasi kesehatan itu.

 

Yunus menjelaskan, GAMCA secara sepihak menentukan tarif pemeriksaan kesehatan atas TKI sebesar Rp150.000/orang . Besaran biaya tersebut, menurut Yunus, tidak masalah jika asosiasi tersebut tidak memiliki wewenang untuk menentukan calon TKI terdaftar di sistem on line penempatan TKI.

 

"Tindakan GAMCA sudah di luar wewenangnya dalam menentukan calon TKI untuk terdaftar dalam  sistem on line. Apalagi asosiasi kesehatan itu mengenakan biaya pemeriksaan kesehatan melalui jaringan pelayanan medik sebesar Rp150.000 untuk TKI ke Saudi," kata Yunus.

 

Menurut dia, lembaga yang berhak menentukan siapa (calon TKI) yang didaftar dalam sistem on line adalah Depnakertrans, bukan lembaga tempat berhimpunnya unit usaha swasta (klinik pelayanan kesehataan TKI).

Yunus menyatakan Depnakertrans sudah menerbitkan surat pada 19 November dengan No. B.1209/PPTK/SRT-PTKLN/XI/2008 yang ditujukan kepada empat asosiasi penempatan TKI, yakni Asosiasi Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), Indonesia  Employment Agency (Idea).

 

Kemudian , Indonesian Employment Agency Association for Asia Pacific (Ajaspac) dan Himsataki mengenai sistem on line penempatan TKI.

 

Surat itu menyatakan Sistem Komunikasi Tenaga Kerja Luar Negeri (sisko TKLN) milik Depnakertrans adalah satu-satunya perangkat sistem pemrosesan dokumen penempatan dan perlindungan TKI, termasuk untuk penempatan ke Arab Saudi. Depnakertrans menyatakan calon TKI atau PJTKI tidak dikenakan biaya atau gratis.

 

Permasalahannya, apakah ketentuan itu efektif, setelah sistem penempatan TKI terbagi-bagi, sebagian melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dan sebagian lain melalui Depnakertrans.

 

Tinjau Ulang

Yunus mendengar informasi bahwa Menakertrans akan meninjau ulang Permen No.18/2007 tentang pelimpahan wewenang kepada BNP2TKI dalam penyelenggaraan program penempatan TKI seperti pelatihan, pembekalan akhir pemberangkatan, pemeriksaan kesehatan dan lainnya.

"Sepertinya ada semangat Menakertrans untuk menempatkan peran Depnakertrans dan BNP2TKI sesuai dengan UU No.39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI," kata Yunus.

 

Dalam UU itu,  dikatakan bahwa Depnakertrans berperan sebagai regulator dan pengawas penempatan TKI sedang BNP2TKI berperan sebagai operator penempatan TKI dengan mekanisme pemerintah dengan pemerintah (G to G).

 

Menurut dia, tidak etis jika BNP2TKI sebagai operator penempatan TKI seperti halnya PJTKI juga bertindak sebagai pengawas PJTKI.

 

"Atau pemerintah menyerahkan penempatan TKI dengan mekanisme G to G ke swasta, sementara BNP2TKI bertindak sebagai supervisi saja," kata Yunus.

Saat ini terdapat dua penempatan TKI ke dengan mekanisme G to G, yakni penempatan TKI ke Jepang dan Korea Selatan. Yunus menerima info salah satu dari negara itu menghentikan penempatan karena masalah tertentu.

 

Terlepas dari itu semua, dia menilai selama kondisi tidak kondusif dengan adanya dua pihak, kini menjadi tiga pihak setelah keterlibatan GAMCA, yang tarik menarik dalam mengatur penempatan TKI ke luar negeri, maka akan lebih baik jika penempatan TKI dihentikan semuanya hingga semua urusan administrasi jelas wewenang dan tanggungjawabnya.

 

Rangkap Jabatan

Mantan Menakertrans Jacob Nuwa Wea dalam suatu kesempatan mengatakan pemerintah salah dalam menafsirkan UU No.39/2004, khusus dalam pembentukan BNP2TKI.

 

 Menurut dia, UU itu menyiratlkan bahwa Menakertrans merangkap sebagai Kepala BNP2TKI.

 

Hal itu diperlukan untuk memudahkan koordinasi dengan pemerintah daerah, kepala kepolisian, departemen terkait (Deplu, Depdagri, Depkes, Depsos, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan lainnya) serta kolega menteri yang mengurus masalah tenaga kerja di luar negeri.

 

Menurut dia, kondisi seperti saat ini membuat Kepala BNP2TKI kagok melakukan koordinasi dengan gubernur, bupati dan walikota dan para menteri karena secara protokoler setara dengan eselon I, atau sebaliknya mitra Kepala BNP2TKI yang kagok menghadapinya.

 

Kondisi akan diperparah jika ingin berdialog atau membuat kerja sama dengan menteri yang mengurus masalah tenaga kerja di luar negeri, karena secara protokoler kepala badan akan dipertemukan dengan pejabat setara eselon I di luar negeri, bukan dengan menteri disana.

 

Untuk itu dia pernah mengusulkan agar Menakertrans merangkap Kepala BNP2TKI agar mudah berkoordinasi dengan gubernur, bupati, walikota dan paramenteri terkait serta mudah berkomunikasi dengan mitranya di luar negeri.

 

Perangkapan jabatan itu juga akan mengurangi beban APBN karena negara tidak perlu mengalokasi dana di dua tempat untuk mengurusi satu hal yang sama, yakni di BNP2TKI dan Depnakertrans. ( ant )

 

http://beritasore.com/2008/12/01/pjtki-desak-pemerintah-hentikan-penempatan-tki-ke-saudi/