Last modified: 15/1/09
[JAKARTA] Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) bekerja sama dengan Departemen Luar Negeri (Deplu) akan mengundang Dubes Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta guna menyelesaikan kasus Keni (28), tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Brebes, Jateng, yang disiksa majikannya di Arab Saudi.
Menakertrans Erman Suparno, yang didampingi Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Deplu Teguh Wardoyo dan Direktur Rumah Sakit Polri Sukanto Brigjen Pol Aidi Rawas di Rumah Sakit Polri Jakarta, Rabu (14/1) mengatakan, sudah meminta Plt Dirjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Depnakertrans I Gusti Made Arka untuk mengundang Dubes Arab Saudi.
"Undangan itu dilayangkan setelah berkoordinasi dengan Deplu. Kita berharap sudah ada pertemuan pada 20 atau 22 Januari ini," kata Erman.
Erman mendatangi Rumah Sakit Polri untuk menjenguk Keni dan rekannya Sunaeni, asal Indramayu, Jabar, yang juga TKI yang disiksa majikannya di Arab Saudi. "Apa yang dialami keduanya adalah tindakan di luar perikemanusiaan," kata Erman.
Keni berasal dari Desa Losari Lor, Kecamatan Losari, Brebes, Jateng, selama tiga bulan disiksa majikan perempuannya di Madinah, Arab Saudi.
Sampai saat ini dia masih dirawat di Rumah Sakit Polri dan kondisinya membaik. Kedua kupingnya hampir putus dan lidah diiris pisau sehingga secara fisik kondisinya memilukan.
Aidi mengatakan kondisi Keni dan Sunaeni terus membaik. "Sekarang sudah bisa bicara, tertawa, berjalan, dan makan," katanya.
Sementara itu, Teguh Wardoyo menyatakan akan berkoordinasi dengan RS Polri dan pihak terkait lainnya untuk mengumpulkan bukti-bukti penganiayaan, visum dan gambar-gambar yang mendukung tuntutan pada majikan Keni dan Sunaeni. Deplu juga akan menyiapkan pengacara dari pemerintah. Sedangkan, terkait asuransi akan dikoordinasi dengan Depnakertrans.
Santunan
Sementara itu, Ketua Himpungan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani mengusulkan agar TKI yang mendapat siksaan berat, cacat berat hingga dibunuh sengaja atau tidak sengaja oleh majikan mendapat santunan Rp 1 miliar dari konsorsium asuransi.
"Santunan itu untuk membiayai operasi plastik, rehabilitasi mental dan obat-obatan untuk memulihkan kondisi TKI," katanya.
Yunus meminta Menakertrans memeriksa kembali kewajiban konsorsium asuransi, yang memungut premi Rp 400.000 per TKI, untuk memenuhi kewajibannya menyediakan pengacara di negara tujuan penempatan.
Ketika ditanya nilai santunan yang begitu tinggi, Yunus menilai angka Rp 1 miliar kecil dibandingkan dana TKI yang dipungut konsorsium selama ini. Dia menyatakan dalam satu tahun terdapat 700.000 TKI yang ditempatkan. Jika dikalikan dengan premi asuransi sebesar Rp 400.000 per TKI, maka dana yang dihimpun konsorsium asuransi TKI senilai Rp 280 miliar.
"Sementara kasus seperti Keni sangat sedikit, sehingga santunan Rp 1 miliar tidak berarti apa-apa bagi konsorsium asuransi TKI dibandingkan dana yang dihimpun," kata Yunus.
Mengenai tuntutan atas majikan, Yunus menilai sepantasnya majikan mendapat hukum yang berat agar memberi efek jera dan pelajaran bagi majikan lain. Tindakan warga Saudi itu juga dinilai mencoreng nama baik masyarakat Saudi secara keseluruhan di mata Internasional. Pada kesempatan itu Erman menyerahkan bantuan masing-masing senilai Rp 10 juta kepada dua TKI yang mengalami nasib malang itu. [E-8]
Link: http://202.169.46.231/spnews/News/2009/01/15/Ekonomi/eko12.htm