Last modified: 15/1/09
Rumah susun sederhana yang dibangun Pemerintah Kota Yogyakarta di bantaran Sungai Code dengan uang sewa Rp 75.000 per bulan.
[JAKARTA] Pemerintah melalui Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) membuka peluang bagi masyarakat berpenghasilan di bawah Rp 2,5 juta/bulan untuk memiliki rumah susun sederhana milik (Rusunami), dengan pola sewa beli. Konsumen menyewa dari pemerintah selama lima tahun sembari mengumpulkan uang muka, lalu mereka akan membeli dengan pola kredit.
"Dana awal yang kami butuhkan sekitar Rp 750 miliar untuk membeli unit-unit Rusunami melalui mekanisme tender. Kami akan membeli dari pengembang yang bisa memberikan harga paling murah, dengan spesifikasi yang dipersyaratkan pemerintah, dan sesuai aturan pembangunan Rusunami," kata Sekretaris Kemenpera, Iskandar Saleh di Jakarta, Rabu (14/1) pada seminar Outlook Ekonomi Perbankan dan Properti tahun 2000, di Tengah Badai Krisis Finansial Global, dalam rangkaian rapat kerja Bank Tabungan Negara (BTN).
Unit-unit Rusunami itu akan disewakan selama lima tahun, sampai mereka sanggup menabung untuk uang muka. "Kalau dengan pola sekarang, sulit bagi mereka mengumpulkan uang muka sampai 30 persen, atau sekitar Rp 30 juta. Apalagi, uang muka harus disetor dalam waktu empat bulan," katanya.
Dana yang dibutuhkan untuk membeli unit-unit Rusunami itu, kata Iskandar, akan diambil dari Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun 2008.
"Silpa APBN tahun 2008 sekitar Rp 20 triliun, sehingga Menko Perekonomian meminta kepada sejumlah menteri untuk menyampaikan usulan pemanfaatannya. Kemenpera meminta Rp 6,7 triliun untuk mendukung program perumahan tahun 2009," katanya.
Silpa untuk Kemenpera itu akan digunakan untuk pembayaran PPN Rusunami yang ditanggung pemerintah Rp 390 miliar, program sewa beli Rusunami Rp 750 miliar, fasilitas likuiditas pokok pinjaman Rp 4,3 triliun, moratorium angsuran KPR Rp 150 miliar, serta pembangunan infrastruktur Rp 1,2 triliun.
Dalam program itu, ada yang merupakan dana bergulir. Tetapi, ada juga yang merupakan belanja pemerintah, yang semua itu akan dituangkan dalam APBN Perubahan tahun 2009.
"Kami yakin, program-program Kemenpera ini akan memberikan kontribusi menggerakkan sektor riil," ujarnya.
Moratorium
Sementara itu, meskipun Kemenpera sudah menganggarkan dana moratorium tahun 2009 sebesar Rp 150 miliar, namun Dirut BTN, Iqbal Latanro mengaku, sampai saat ini, BTN belum mengetahui bentuk moratorium itu, apakah penundaan yang diberikan dalam bentuk bunga ataukah pokok pinjaman, yang diberikan selama setahun.
"Kami berharap, moratorium itu bukan berbentuk penghapusan, tetapi lebih diarahkan kepada penundaan, atau penjadwalan kembali. Jadi, ketika debitor yang kehilangan pekerjaan, sudah bekerja kembali, dan dapat membayar cicilan KPR-nya," katanya.
BTN masih menunggu kebijakan moratorium, yang digulirkan Kemenpera sejak akhir 2008 lalu, guna mengantisipasi banyaknya pekerja yang di-PHK akibat krisis ekono- mi, sehingga tak mampu melan-jutkan cicilan KPR-nya.
Namun, Iqbal optimistis, meski masih dibayang-bayangi PHK, kredit bermasalah di BTN masih di bawah ketentuan Bank Indonesia, yakni di bawah lima persen. [RRS/N-6]
Link: http://202.169.46.231/spnews/News/2009/01/15/Ekonomi/eko07.htm