http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/24/03484390/lahan.hunian.rakyat.kritis Lahan Hunian Rakyat Kritis Jumat, 24 Juli 2009 | 03:48 WIB Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Zulfi Syarif Koto, di Jakarta, Kamis (23/7), mengatakan, ketersediaan lahan di kota besar yang semakin sempit menyebabkan harga tanah menjadi mahal, yakni rata-rata lebih dari Rp 1 juta per meter. Mahalnya harga tanah menyebabkan pengembang semakin sulit menyediakan hunian sederhana bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Padahal, sekitar 55 persen penduduk Indonesia saat ini bermukim di perkotaan. Hingga Desember 2008, kekurangan (back log) perumahan di Indonesia mencapai 8,6 juta unit. Sementara itu, laju kebutuhan rumah baru setiap tahun sebanyak 800.000 unit. Adapun pengadaan rumah setiap tahun hanya berkisar 400.000 unit, meliputi 100.000 unit dipasok oleh pengembang, sedangkan 300.000 unit selebihnya berupa rumah swadaya. "Hingga kini, belum ada kebijakan yang mendukung penyediaan lahan bagi rumah sederhana di perkotaan," ujar Zulfi. Luas rumah sederhana bersubsidi adalah 21-36 meter persegi. Harga rumah tinggal bersubsidi dipatok maksimum Rp 55 juta per unit dan rumah susun sederhana Rp 144 juta per unit. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Teguh Satria mengemukakan, persentase biaya untuk lahan mencapai 15-20 persen dari total biaya produksi rumah. Agar biaya lahan sesuai dengan patokan harga rumah sederhana, lokasi rumah sederhana kini cenderung menjauh dari perkotaan. Di Jakarta, misalnya, pembangunan rumah sederhana bergeser hingga 40 km dari kota. Zulfi mengatakan, pihaknya kini sedang merumuskan konsep pengadaan bank tanah (land banking) yang nantinya dikelola Perum Perumnas. Penguatan Perumnas sebagai pengelola bank tanah, ujar Zulfi, memberikan keleluasaan bagi Perumnas dalam melakukan konsolidasi dengan instansi pemerintah dan BUMN untuk penyediaan lahan perumahan. Direktur Utama Perum Perumnas Himawan Arief, mengatakan, pihaknya kini sedang merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004 tentang Perumnas. Revisi itu di antaranya memperkuat peran dan fungsi Perumnas untuk menjadi pengelola bank atau tabungan tanah. Stok lahan Perumnas kini krisis, hanya tersisa 2.400 hektar. Padahal, 95 persen dari proyek pembangunan rumah oleh Perumnas untuk masyarakat menengah ke bawah. Himawan mengatakan, pemerintah perlu menata kembali peran dan kewenangan pemangku kepentingan perumahan rakyat, meliputi Perumnas, perbankan, dan pengembang swasta. Reposisi itu diperlukan untuk menciptakan efisiensi dalam pembangunan perumahan rakyat. Teguh mengatakan, pengadaan tabungan tanah yang dikelola Perumnas akan memberi jaminan bagi pengadaan perumahan rakyat dalam jangka panjang. Pengadaan tabungan tanah dalam skala besar juga akan menekan biaya karena terjadi efisiensi dalam penyediaan infrastruktur, meliputi jalan, listrik, dan saluran air. Proses perizinan lebih hemat dan cepat. |
24 July 2009
Lahan Hunian Rakyat Kritis
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Friday, July 24, 2009