-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

23 July 2009

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Lebih Memilih Padat Karya daripada BLT

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/23/04094910/lebih.memilih.padat.karya.daripada.blt


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Lebih Memilih Padat Karya daripada BLT

Kamis, 23 Juli 2009 | 04:09 WIB

Sekitar 40 laki-laki warga Desa Sumbakeling, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, sibuk mencangkuli tanah gembur di sela-sela pohon bambu dan melinjo. Mereka sedang melebarkan dan memadatkan jalan penghubung antardusun dari satu meter menjadi tiga meter.

Mereka bekerja untuk mendapat upah harian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kuningan. "Upahnya Rp 30.000 per hari. Lumayan daripada tidak kerja," ujar Yadi (29), warga Dusun Pakajen, Sumbakeling.

Antusias kerja juga diperlihatkan Tono (34) dan Buyung (55), warga Dusun Babakan, sambil sekali-sekali bergurau untuk melepas jenuh dan lelah. Pedagang mi ayam dan buruh tani itu bersyukur ada pekerjaan yang mereka lakoni seminggu ini. Setidaknya, Selasa (21/7) siang itu, sekitar 200 meter jalan sudah mereka lebarkan.

Warga yang bekerja pada hari itu adalah tenaga kerja harian yang direkrut pemerintah desa untuk ikut program padat karya produktif. Program itu adalah program penciptaan lapangan kerja Pemkab Kuningan menindaklanjuti program Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Sebanyak 83 warga Sumbakeling terlibat dalam program itu. Mereka dibagi dalam tiga kelompok untuk membuka jalan desa sepanjang 1,65 kilometer.

Menurut Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kuningan Dian Rahmat Yanuar, warga yang ikut program padat karya berasal dari keluarga miskin, tidak punya pekerjaan tetap, dan yang menganggur. Mereka bekerja selama 7-12 hari sehingga pendapatan yang diperoleh Rp 210.00- Rp 360.000. Upah dibayarkan setiap minggu.

Di Kuningan, saat ini terdapat sekitar 52.100 orang pengangguran terbuka dari total angkatan kerja 505.865 orang.

Selain bekerja di sektor pertanian, sebagian besar penduduk Kuningan bekerja di sektor nonformal di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Bandung, di antaranya menjadi pembantu rumah tangga, pedagang bubur, dan pedagang rokok. Mereka bekerja di luar Kuningan karena tidak ada lagi pekerjaan di desa. "Jumlah pengangguran di Kuningan mencapai 4,7 persen. Jika dibiarkan, akan terus bertambah, apalagi saat musim kemarau," kata Dian.

Jika boleh memilih, Buyung berharap pemkab bisa terus mengadakan program padat karya produktif yang berkelanjutan. Bahkan, dia akan memilih program padat karya ketimbang bantuan langsung tunai (BLT) yang dia terima tiga bulan sekali dua tahun ini. Buyung merasa lebih dihargai karena memperoleh uang dari hasil kerjanya. "BLT membuat sebagian warga menjadi manja karena tiap tiga bulan sekali dapat Rp 300.000 dari pemerintah," katanya.

Yadi pun berharap sama. Meski upahnya tidak besar, ada pekerjaan yang dilakukan warga dan tentunya menghasilkan uang.

Dian menjelaskan, tahun 2009, Kuningan memperoleh bantuan Rp 5 miliar dari APBN untuk program padat karya produktif. Program itu dibagi dalam empat tahap, mulai April hingga Agustus, dan akan menyerap 107.086 tenaga kerja. Sebanyak 63 desa dilibatkan dengan bantuan dana Rp 115 juta-Rp 200 juta. (timbuktu harthana)