-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

31 July 2009

Tangsel Salahi Prosedur

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/31/03410974/tangsel.salahi.prosedur


Tangsel Salahi Prosedur

Jumat, 31 Juli 2009 | 03:41 WIB

tangerang, KOMPAS - Wali Kota Tangerang Selatan dinilai melanggar prosedur dan konvensi pemerintah jika melakukan pungutan terhadap warganya tanpa landasan hukum, yaitu peraturan daerah. Selama Kabupaten Tangerang sebagai induk masih membantu, semua pungutan tetap oleh induk.

Pakar otonomi daerah, Ryaas Rasyid, menegaskan hal ini hari Kamis (30/7) di Tangerang Selatan (Tangsel). Ryaas mengomentari kebijakan Wali Kota Tangerang Selatan M Shaleh yang mulai 1 Agustus akan melakukan pungutan terhadap masyarakat Kota Tangsel.

Ryaas menegaskan, sebagai daerah pemekaran baru, Kota Tangerang Selatan belum diperbolehkan melakukan pungutan sebab semua pungutan mengacu pada peraturan daerah (perda). Wakil rakyat melalui DPRD harus mengesahkan perda tersebut. "Aturan pemerintah tak bisa dikarang-karang," katanya.

Menurut Ryaas, Wali Kota Tangerang Selatan tidak boleh gegabah melakukan pungutan begitu saja sebab konsekuensinya sangat besar. "Kalau tetap melakukan itu, Wali Kota dapat di-PTUN-kan karena melampaui kewenangannya," tuturnya.

Pembentukan Kota Tangerang Selatan dilakukan sesuai UU Nomor 51 Tahun 2008. Untuk sementara, ditunjuk penjabat Kota Tangsel untuk membenahi kepegawaian, anggaran, dan perkantoran. Setelah masa transisi, barulah digelar pemilihan langsung kepala daerah. Secara etika pemerintahan, seharusnya pegawai dan anggaran berasal dari daerah induk sampai masa transisi usai.

Ditegaskan, Bupati Tangerang selaku pemimpin daerah induk dapat memberi rekomendasi kepada Wali Kota Tangerang Selatan, tetapi hasil pungutannya pun harus diserahkan ke kas Kabupaten Tangerang. Pembagian hasil pungutan dilakukan sesuai kesepakatan. "Semuanya masih menjadi tanggung jawab kabupaten induk sampai masa transisi tuntas," ungkapnya.

Kasus pertama

"Jika Wali Kota Tangsel masih punya akal sehat, seharusnya dia meninjau kebijakan itu. Kalau dia tetap melanjutkan, itu sama dengan bunuh diri," paparnya.

Kasus Kota Tangsel dan Kabupaten Tangerang ini adalah kasus pertama dalam pemekaran wilayah di Indonesia. "Belum pernah terjadi kasus semacam ini. Saya pikir ada kesalahan berkomunikasi antarkedua pejabat daerah dan ini harus dicarikan solusi. Gubernur Banten sebagai perwakilan Depdagri harus turun tangan," kata Ryaas yang sudah berkomunikasi dengan Sekjen Depdagri Diah Anggraeni.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Arief Wahyudi mengingatkan, jika Wali Kota Tangsel bersikeras melakukan pungutan, pengusaha dan warga akan kebingungan karena harus membayar IMB ke Pemkot Tangsel atau Pemkab Tangerang.

Bupati Tangerang Ismet Iskandar menegaskan berkomitmen membantu Tangsel dengan menyerahkan 40 persen pendapatan asli daerah ke Tangsel. (KSP)