-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

14 July 2009

TENAGA KERJA TKI di Hongkong Masih Digaji di Bawah Standar

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/07/14/04413318/tki.di.hongkong.masih.digaji.di..bawah.standar

TENAGA KERJA
TKI di Hongkong Masih Digaji di Bawah Standar

Selasa, 14 Juli 2009 | 04:41 WIB

Jakarta, Kompas - Tenaga kerja Indonesia masih saja menghadapi persoalan gaji di bawah standar. Mereka menuntut pemerintah lebih serius menindak agen pekerja yang masih saja mempermainkan gaji TKI di Hongkong.

TKI kerap menerima gaji tidak sesuai dengan nilai yang tertera dalam slip gaji. Sedikitnya 30 persen dari 22.000 TKI di Hongkong menerima gaji lebih rendah dari standar yang ada.

Ketua Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) Sringatin di Hongkong, Senin (13/7), mengungkapkan, TKI pada dasarnya berhak menerima gaji minimum 3.580 dollar Hongkong (Rp 4,7 juta) per bulan.

"Ini adalah standar gaji pembantu di Hongkong, tetapi faktanya sekarang masih banyak buruh migran Indonesia yang hanya menerima 1.800-2.000 (Rp 2,3 juta-Rp 2,6 juta) per bulan. Pemerintah harus mau menindak tegas PJTKI dan agen (pekerja asing) yang memaksa buruh migran Indonesia menerima gaji di bawah standar," ujar Sringatin.

Menurut dia, praktik ini terjadi karena oknum agen pekerja asing dan PJTKI memperlakukan mereka sebagai komoditas berdasarkan kualitas A dan B.

TKI berkualitas A mendapat gaji penuh dan mereka yang berkualitas B dipaksa menerima gaji di bawah standar.

IMWU menuntut pemerintah memasukkan agen pekerja asing dan PJTKI nakal tersebut dalam daftar hitam. Pemerintah harus tegas menindak mereka agar jumlah TKI yang menjadi korban tidak terus bertambah.

Para TKI kini sangat bergantung pada keseriusan pemerintah menertibkan persoalan ini. Adapun proses hukum terhadap majikan yang membayar gaji di bawah standar tidak berjalan sesuai harapan.

Berakhir antiklimaks

Sringatin menuturkan, persidangan Tunipah, TKI yang menjadi saksi bagi Hongkong, melawan majikan pembayar gaji di bawah standar berakhir antiklimaks. Hakim hanya memutuskan majikan membayar biaya sidang tanpa vonis memasukkan dalam daftar hitam, denda kurungan, atau denda uang.

"Padahal, Tunipah sudah rela menunggu 19 bulan demi menjadi saksi," keluh Sringatin. Selama masa penantian Tunipah dilarang bekerja sehingga seluruh kebutuhannya, termasuk lapor visa dua minggu sekali, bergantung pada penampungan Koalisi Organisasi TKI Hongkong (KOTKIHO).

Para TKI saat ini mendesak Pemerintah Hongkong untuk memasukkan soal pembantu asing dalam rancangan undang- undang upah minimum.

Di Jakarta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) Rusjdi Basalamah meminta soal perbedaan pembayaran gaji TKI di Hongkong dilihat secara jernih.

Menurut Rusjdi, TKI berpengalaman kerja tentu dibayar lebih mahal dari mereka yang baru bekerja di Hongkong.

Apabila terjadi pelanggaran kontrak, Apjati mendukung upaya pemerintah menertibkan dan meningkatkan pengawasan terhadap praktik penempatan dan perlindungan TKI di Hongkong.

"Faktor terpenting adalah pengawasan pemerintah untuk menekan ulah oknum-oknum nakal," ujar Rusjdi. (ham)