-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

02 September 2009

Menanti di Kolong Jembatan

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/02/04025018/menanti.di.kolong.jembatan..

Menanti di Kolong Jembatan

Rabu, 2 September 2009 | 04:02 WIB

Kisah pedih tenaga kerja Indonesia seakan tak pernah habis. Setelah berbagai kasus yang terungkap di Malaysia, kini masalah tenaga kerja Indonesia di Timur Tengah pun mencuat. Anggota DPR mengklaim ada 15.000 orang hidup berdesakan di perwakilan tetap RI menanti pemulangan.

Persoalan semakin pelik saat Migrant CARE, organisasi nonpemerintah yang aktif membela hak buruh migran Indonesia, mengungkapkan, ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) telantar di kolong jembatan Al Kandarah, Jeddah, Arab Saudi.

Para TKI itu hidup bersama ribuan imigran dari negara lain yang tinggal di Arab Saudi tanpa dokumen sah.

Anggota Komisi III DPR, Nursyahbani Katjasungkana, di Jakarta, Senin (31/8), mengungkapkan, dia melihat 550 TKI ditampung di ruang sempit di Kedutaan Besar RI di Jordania. Sebagian korban pelecehan seksual, gaji tak dibayar, dan korban penganiayaan.

Mereka bagian dari 15.000 TKI yang hidup di penampungan bertahun-tahun menunggu pemulangan. Anggota DPR mendapat informasi ini dari KBRI Jordania.

Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI Mohammad Jumhur Hidayat menyitir hal serupa saat berkunjung ke Amman, Jordania, Kamis (30/7). Jumhur menyebutkan, ada 12.000 TKI di beberapa penampungan KBRI di Timur Tengah.

Saat ini, sedikitnya 6 juta WNI bekerja di luar negeri, 65 persen di antaranya bekerja di sektor informal, seperti pekerja rumah tangga, buruh konstruksi, dan kebun.

Walau demikian, mereka mampu mengirim devisa sekitar Rp 82 triliun per tahun, yang menggerakkan ekonomi di desa.

Dari jumlah TKI yang bekerja di luar negeri itu, 2,2 juta TKI bekerja di Malaysia dan 1,2 juta orang di Arab Saudi.

Malaysia tujuan favorit karena faktor geografis, sedangkan Arab Saudi karena besarnya permintaan terhadap pekerja sektor informal di negeri itu.

Kondisi ini membuat jumlah TKI bermasalah relatif lebih tinggi di dua negara itu dibandingkan di negara penempatan lain. Apalagi, banyak WNI yang berangkat ke Arab Saudi dengan visa umrah dan melanggar ketentuan izin tinggal dengan bekerja secara ilegal.

Saat ingin pulang ke Indonesia, mereka keluar dari "persembunyian" agar ditangkap aparat Kerajaan Arab Saudi dan dibawa ke Tarhil (kantor imigrasi) untuk diproses, lalu dideportasi.

Menurut Ketua Umum Himpunan Pengusaha Jasa TKI Muhammad Yunus Yamani, deportasi cara pulang ke Indonesia paling murah asal syaratnya WNI itu tidak memiliki dokumen. Apabila tertangkap masih memiliki paspor, denda pelanggaran izin tinggal bisa mencapai 10.000 riyal atau Rp 26,7 juta.

Tetap pulang

Deportasi gratis kini tak berlaku lagi. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno di Jakarta, Selasa (1/9), menyatakan, mulai tahun 2009 Kerajaan Arab Saudi tidak membiayai deportasi imigran gelap.

Hal ini membuat deportasi WNI yang tinggal di Arab Saudi dan negara lain di Timur Tengah, yang melebihi batas izin tinggal, tak semudah dulu lagi. Jumlah mereka yang menanti pemulangan jadi meningkat.

Direktur Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans Abdul Malik Harahap mengungkapkan, saat ini hanya ada 1.678 TKI bermasalah di sembilan penampungan Perwakilan Tetap Republik Indonesia di seluruh dunia.

Walau faktanya ada 1.678 TKI bermasalah di berbagai penampungan, kata Erman, pemerintah tak mengabaikan WNI yang menjadi imigran gelap di negara lain. "Pemerintah tetap berkomitmen memulangkan mereka. Tentu harus bertahap karena kendala anggaran. Kami bersa ma Deplu, Dephuk dan HAM, Depdagri, Depsos, dan instansi lain sedang mencari solusi, mencegah kejadian ini terulang," ujar Erman.

Direktur Eksekutif Migrant CARE Anis Hidayah meminta pemerintah menyusun strategi menyeluruh untuk mencegah WNI telantar di luar negeri, bukan sekadar reaktif.

Ribuan WNI di luar negeri berharap pemerintah mengambil langkah sigap yang matang. Dari kolong jembatan mereka berharap segera pulang ke Tanah Air. (hamzirwan)