JOMBANG--Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Jatim mengawasi delapan desa yang terdapat penderita gizi buruk. Desa itu adalah Desa Jabon dan Desa Banjardowo Kecamatan/Kabupaten Jombang, Desa Puton Kecamatan Diwek, Desa Kepuhkembeng Kecamatan Peterongan, Desa Karangwinong Kecamatan Mojoagung, Desa Gadingmangu Kecamatan Perak, Desa Gabus Banaran Kecamatan Tembelang dan Desa Mojotengah Kecamatan Bareng.
Menurut Nur Kamaliyah desa-desa itu akan dijadikan program desa percontohan agar kasus serupa tidak merembet ke desa lainya. "Delapan desa itu dijadikan percontohan penuntasan gizi buruk. Karena di lokasi tersebut banyak temuan kasus," kata Nur Kamaliyah, Kasi Gizi Dinas Kesehatan Jombang, Jumat (18/9).
Penuntasan gizi terhadap balita kata Nur Kamaliyah, bukan hanya perbaikan dan penanganan gizi secara menyeluruh. Termasuk simulasi perilaku pemenuhan gizi yang benar selama 12 hari. Seluruh balita yang berat badan tidak seimbang dengan tinggi badan, yang mengarah pada kekurangan energi protein, diajak makan bareng beserta ibu masing-masing. Makan bareng itu sekaligus ditunjukkan makanan berkadar gizi seimbang yang bisa memengaruhi tumbuh kembang balita.
"Harapan kita pendidikan penanganan gizi ini sampai ke seluruh desa. Sehingga ke depan tidak ada lagi temuan balita kekurangan gizi," tandasnya.
Terkait dengan jumlah penderita gizi buruk di Jombang, jumlahnya antara 45-49 orang. Balita yang kekurangan energi protein itu biasanya tumbuh kembangnya tidak menentu, terkadang 6 bulan mengalami peningkatan. Terkadang, setelah lepas pendampingan, kembali pada kondisi semula pada hitungan 6 bulan berikutnya.
Sehingga balita yang dinyatakan sembuh terkadang tidak memengaruhi jumlah penderita gizi buruk itu. Karena jumlahnya naik turun melihat perkembangan masing-masing balita, sekaligus ketelatenan orangtua dalam mengenalkan makanan bergizi terhadap anak. Pemantauan terhadap balita tersebut dilakukan terus oleh petugas puskesmas maupun bidan desa setempat.
Setelah mendapat pengawasan, kondisi penderita gizi buruk mengalami perubahan berarti. Disamping berat badan bertambah, asupan gizi mereka membaik sehingga perkembangan tumbuh kembang semakin normal. Selain faktor penyakit yang menyertai, terapan pola asuh tumbuh kembang balita oleh orangtua ini juga menjadi faktor pemicu terjadinya gizi buruk. Sehingga jumlah balita yang dideteksi kekurangan energi protein itu naik turun. "Karenanya jumlahnya tidak tentu. Karena pola asuh juga mempengaruhi tumbuh dan kembangnya anak," paparnya
Misalnya kesabaran orangtua yang kurang saat mengenalkan makanan bergizi kepada anaknya. Biasanya, mereka cenderung membelikan bakso atau makanan instan dan jajanan lainya untuk menyiasati anak yang tidak memiliki selera makan.
"Gizi buruk bukan mentok karena persoalan makan. Tetapi banyak faktor yang mendukungnya, sehingga penangananya juga harus telaten," tukasnya. uki/kpo