-->

Headlines

The Ecosoc News Monitor

10 September 2009

Signifikansi Bank Gakin di Madura

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/09/16075522/signifikansi.bank.gakin.di.madura.


Forum
Signifikansi Bank Gakin di Madura

Rabu, 9 September 2009 | 16:07 WIB

Oleh Fathor Rahman Jm

Setelah beroperasinya Jembatan Suramadu, pembangunan ekonomi di Madura perlu mendapat perhatian penuh. Upaya pembangunan di Madura harus berpangkal pada pemberdayaan komunitas setempat. Harus diakui, upaya membangun dan meningkatkan taraf hidup komunitas Madura selama ini masih terseok-seok. Lembaga keuangan konvensional tersangkut persoalan paradigmatik sehingga mandul dan tidak mampu memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat miskin.

Adapun program-program pemberdayaan ekonomi yang dilakukan pemerintah juga bernasib sama karena belum menemukan konsep yang matang sehingga menjumpai banyak persoalan pelik di lapangan, seperti kredit macet dan korupsi. Untuk itu, pemberdayaan ekonomi di Madura harus benar-benar berangkat dari kondisi masyarakat setempat di kelas yang paling bawah.

Model pemberdayaan ekonomi dengan mendirikan bank untuk warga miskin (bank gakin) yang menuai keberhasilan gemilang sebagaimana yang dipraktikkan Muhammad Yunus di Bangladesh dapat diterapkan di Madura. Pasalnya, kondisi sosial budaya masyarakat Madura memiliki prasyarat untuk dapat meraih sukses sebagaimana di Bangladesh.

Dalam eksperimennya, Yunus berusaha mementahkan mitos-mitos sistem ekonomi kapitalisme liberal seraya memperkenalkan paradigma baru dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin. Baginya, kemiskinan tidak hanya disebabkan minimnya keterampilan. Sebab, keterampilan pun memerlukan dana untuk menatanya, sementara orang miskin tidak memiliki cukup dana untuk itu. Dalam konteks Madura, hampir setiap unit keluarga di pedalaman memiliki keterampilan membuat tikar dari daun Siwalan. Di pesisir, hampir setiap keluarga memiliki keterampilan membuat petis, terasi, bertani rumput laut, membuat keramba, dan lain-lain. Belum lagi yang menjadi perajin makanan khas Madura, kayu ukir, jamu, dan masih banyak lagi.

Namun, mereka tetap miskin dan tidak dapat mengembangkan keterampilannya karena terbentur persoalan pengadaan modal. Meminjam uang kepada lembaga keuangan konvensional juga merupakan masalah karena mensyaratkan agunan, sedangkan masyarakat miskin tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan agunan. Padahal, semestinya masyarakat miskin merupakan sasaran utama pemberdayaan lembaga keuangan.

Dalam bank gakin, pemberian kredit didasarkan pada kepercayaan bukan kontrak legal. Metodologi ini dirancang guna mendorong rasa tanggung jawab terhadap sesama peminjam dalam suatu komunitas. Solidaritas dan soliditas sosial (komunitas) menjadi prasyarat utama dalam kerangka meminimalisasi kemungkinan terjadinya kredit macet.

Dalam hal solidaritas dan soliditas, masyarakat Madura tidak pernah diragukan. Indikatornya bisa dilihat dari eksistensi dan frekuensi perkumpulan yang dilakukan masyarakat Madura, seperti pekumpulan yasinan, diba'an, manaqiban, tahlilan, dan lain sebagainya.

Praktik dalam bank gakin tidak sama dengan bank konvensional. Prinsip bank konvensional adalah semakin banyak orang menyimpan uang, semakin banyak pula peluangnya bisa meminjam uang di bank tersebut. Sebaliknya, semakin miskin seseorang, semakin kecil kemungkinannya mendapatkan pinjaman. Hal ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa memberikan pinjaman pada orang miskin berisiko kredit macet. Akibatnya, lebih dari setengah populasi dunia terdepak dari pelayanan keuangan konvensional.

Adapun praktik bank gakin harus didasarkan pada saling percaya, akuntabilitas, partisipasi, dan kreativitas. Bahkan, memberikan kredit kepada masyarakat termiskin di desa tanpa perlu adanya agunan. Seorang nasabah harus dilihat dari sisi potensinya, bukan dari apa yang dimilikinya. Sebab, setiap manusia termasuk yang miskin sekalipun, diberkati dengan potensi yang banyak (Muhammad Yunus, 2007).

Bila si peminjam mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman, pihak bank gakin harus berusaha keras membantu peminjam yang kesulitan dan berupaya menolong mereka meraih kembali kekuatan dan keperacayaan diri untuk mengatasi persoalan yang dihadapi. Bukan mengambil kembali uang yang mereka pinjamkan termasuk mengambil kembali agunan yang dijanjikan. Bank gakin semacam ini akan memiliki fungsi yang cukup signifikan untuk menumbuhkan perekonomian Madura.

Mandulnya bank konvensional disebabkan orientasi perbankan hanya pada keuntungan pemilik modal semata. Agar bank gakin ini tidak bernasib serupa, maka modal dari bank ini harus dimasukkan pada APBD karena tidak berorientasi pada keuntungan pemiliki modal. Pemerintah di empat kabupaten di Madura dapat share pengalaman dengan daerah- daerah yang telah memfungsikan bank gakin seperti Pemerintah Kabupaten Jember. Hal ini dilakukan untuk mempermudah mencapai kesuksesan. Semoga!

Fathor Rahman Jm Koordinator Forum Masyarakat Madani (Formad), Sumenep