http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/27/11582847/Bawaku.Diandalkan.Berantas.Kemiskinan Bawaku Diandalkan Berantas Kemiskinan Perlu Koordinasi Antarkepala Daerah di Jabar Selasa, 27 Oktober 2009 | 11:58 WIB
Bandung, Kompas - Kota Bandung mengandalkan program Bantuan Wali Kota Khusus (Bawaku) sebagai upaya memberantas kemiskinan. Selain suntikan dana hibah, Pemerintah Kota Bandung berharap warga lebih proaktif untuk keluar dari kemiskinan. Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Kota Bandung Ubad Bachtiar, Senin (26/10), mengatakan, Pemkot Bandung sangat fokus dalam mengurangi kemiskinan. Adanya program Bawaku Kemakmuran, Bawaku Pangan, dan Bawaku Pendidikan merupakan beberapa program untuk mengurangi kemiskinan tersebut. Dana yang dialokasikan untuk program Bawaku tersebut mencapai Rp 80 miliar. Dana hibah itu diberikan sebagai modal usaha ekonomi mikro, subsidi beras untuk rakyat miskin, dan program sekolah gratis. Khusus untuk Bawaku Kemakmuran telah terdistribusi dana Rp 43,5 miliar kepada 64.859 pelaku usaha. "Sebanyak 80-an persen penerima mengatakan, bantuan dana tersebut efektif dan minta diteruskan," kata Kepala Bidang Perekonomian Kota Bandung Ema Sumarna. Meski demikian, lanjutnya, kontribusi Bawaku Kemakmuran hanya 0,026 persen terhadap laju pertumbuhan ekonomi (LPE). Peningkatan LPE 1 persen setara dengan terbukanya lapangan kerja bagi 300.000-400.000 orang. Bawaku Kemakmuran mampu menyedot tenaga kerja baru tak lebih dari 10.400 orang. Artinya, Bawaku Makmur belum begitu efektif mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Saat ini Pemkot Bandung mencatat jumlah warga miskin mencapai 63.431 keluarga. Menurut Ubad, jumlah mereka sulit berkurang karena serbuan pendatang. "Jadi, kami berupaya mengurangi warga miskin, tetapi mereka terus bertambah karena banyak yang datang dari daerah lain," ujarnya. Koordinasi antardaerah Kepala Laboratorium Kesejahteraan Sosial Universitas Padjadjaran Bandung Santoso Tri Raharjo menjelaskan, kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks. Untuk itu, perlu penanganan yang kompleks pula. Sayangnya, kata Santoso, pemerintah cenderung mengambil langkah reaktif, residual, dan dalam skop yang kecil. "Pemerintah tidak pernah berpikir secara komprehensif, jangka panjang, dan lintas bidang dan wilayah," ujarnya. Santoso menjelaskan, Kota Bandung sebagai kota ibu kota Jawa Barat memiliki daya darik luar biasa bagi warga daerah di sekelilingnya, seperti Kabupaten Bandung, Cimahi, Subang, Sumedang, dan Garut. Mereka datang ke Bandung karena miskin dan ingin meningkatkan kesejahteraan. Jika di masing-masing daerah sudah tersedia lapangan kerja yang memadai, tentu mereka tidak akan ke Bandung. Untuk itulah, lanjutnya, antarkepala daerah perlu berkoordinasi mengatasi kemiskinan tersebut. "Sebenarnya koordinasi ini sangat mudah, tinggal itikad baik masing-masing kepala daerah," papar Santoso. Masalah kemiskinan juga masalah perilaku dan mentalitas. Banyak orang miskin merasa nyaman dengan kemiskinannya meski dengan penghasilan pas-pasan. Orang seperti ini perlu penyadaran dan pencerahan agar tergerak untuk lepas dari kemiskinan. Salah satu solusinya, kata Santoso, membangun kelompok atau jaringan sesama orang miskin yang bisa menyadarkan bahwa mereka harus lepas dari kemiskinan dengan usaha sendiri. Mereka bisa diberi contoh atau didampingi untuk mandiri. "Jangan terus-terusan mereka dibantu materi. Yang terpenting adalah keterampilan dan kesadaran agar mereka mandiri," ujar Santoso. Menurut Santoso, kemiskinan muncul bukan semata kesalahan orang miskin. Orang kaya dan penguasa juga ikut bersalah. Jika orang kaya dan penguasa mau bekerja sama, kemiskinan lebih mudah sirna. (MHF) |
27 October 2009
Bawaku Diandalkan Berantas Kemiskinan
Diunggah oleh The Institute for Ecosoc Rights di Tuesday, October 27, 2009