Demikian dijelaskan tiga warga Desa Maurisu ketika melaporkan kasus ini kepada Direktur Lakmas NTT, Victor Manbait, S.H, di Kantor Lakmas di Kefamenanu, Sabtu (24/10/2009) pagi. Tiga warga yang datang melapor ke Kantor Lakmas NTT adalah Yosep Koa, Yosep Tho dan Paulus Laki. "Polisi sudah periksa 9 warga Desa Maurisu sebagai saksi korban yang mengetahui dugaan penggelapan beras untuk rakyat miskin itu. Kami yang diperiksa, yaitu Yosep Tho, Paulus Lake, Arnoldus Rumeru, Martinus The, Martinus Snak, Petrus Rumeru, Agustinus Sengkoen, Thomas Sakunab dan saya sendiri," jelas Yosep Koa, didampingi Direktur Lakmas NTT, Victor Manbait, S.H. Kasus ini juga sudah dilaporkan kepada Bupati TTU, Drs. Gabriel Manek, M.Si, dan DPRD TTU tapi belum ada tanggapan. Tentang kronologi kasus ini, Koa menuturkan pada tanggal 15 Juni 2009 lalu, 165 KK miskin mengumpulkan uang Rp 41.000,00/KK. Pada tanggal 16 Juni 2009 uang yang sudah terkumpul dibawa ke kantor desa. "Pelaksana Tugas Kades Maurisu, Nabot Nino, berjanji kepada kami akan mendroping beras kepada warga tanggal 20 Juni 2009. Tapi sampai akhir bulan Oktober 2009 beras itu belum juga turun ke desa. Kami menduga beras atau uangnya sudah digelapkan pelaksana tugas kepala desa," kata Koa. Pada tanggal 14 Agustus 2009, jelas Koa, Camat Bikomi Selatan, Hendrikus Bana, S.H, datang bertemu para ketua RT dan membujuk warga agar kasus raskin yang sudah telanjur dilaporkan kepada polisi dan Bupati TTU supaya ditarik kembali dan diselesaikan secara kekeluargaan. "Camat mendesak kami supaya kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan. Beliau juga janji beras itu akan didroping pada tanggal 16 Agustus 2009. Tapi ternyata sampai hari ini berasnya belum turun. Kenapa camat membela Pelaksana Tugas Kades Maurisu?" tanya Koa. Pada tanggal 7 September 2009, para ketua RT menggelar rapat dan sepakat mengutus Yosep Koa untuk menanyakan langsung kepada pihak Dolog di Kefa dan di Atambua. "Mereka menjelaskan sampai bulan Oktober 2009 belum ada uang raskin dari Desa Maurisu yang disetor ke Dolog. Warga menjadi kecewa dan akhirnya melaporkan kasus ini ke polisi," jelas Koa. Ia juga mengungkapkan, Plt. Kades Maurisu, Nabot Nino, juga pernah menggelapkan 85 karung beras pada tahun 2008. "Waktu itu ia dihukum secara adat dan diwajibkan membayar denda 1 ekor babi ditambah uang Rp 1,5 juta. Dia juga janji tidak akan menggelapkan raskin lagi, tapi ternyata ia mengulangi lagi perbuatan buruk itu," kata Koa kesal. Camat Bikomi Selatan, Hendrikus Bana, S.H, yang dikonfirmasi melalui telepon genggamnya tidak mau menanggapi pertanyaan yang diajukan wartawan. Pertanyaan yang disampaikan secara tertulis melalui pesan singkat juga tidak ditanggapi. Direktur Lakmas NTT, Victor Manbait, S.H, yang dimintai tanggapannya, mengatakan Camat Bikomi Selatan, Hendrikus Bana, dianggap tidak layak memimpin rakyatnya. "Pasalnya kepala desa yang menyelewengkan raskin dibela. Saat warga melaporkan kasus ini ke polisi, camat mengancam warga supaya kasus itu didamaikan. Sebenarnya ada apa antara camat dan pelaksana tugas Kades Maurisu?" tanya Manbait. (ade) (Pos Kupang) |